Krisis di Kosovo (salah satu propinsi Yugoslasvia yang mayoritas penduduknya adalah kaum muslimin etnis Albania) atau terkenal dengan krisis Balkan belum menunjukan tanda-tanda kapan akan berakhir. Serangan NATO untuk memaksa Yugoslavia menerima status otonomi propinsi Kosovo telah menjadikan Yugoslavia sebagai medan perang. Hanya saja serangan yang dialakukan atas nama pembelaan HAM terhadap etnis Albania yang dizhalimi oleh pemerintah Milosevic itu malah membuat banyaknya aliran pengungsi etnis Albania itu dari Kosovo ke negara-negara sekitarnya.
Dan perlu dimaklumi bahwa hampir setengah juta penduduk etnis Albania yang terusir dari tanah airnya itu adalah kaum muslimin. Berita terakhir menyebut polisi dan tentara Yugoslavia pun mulai melakukan pemerkosaan terhadap wanita dan gadis mulimah Albania, sebagaimana dulu mereka melakukannya kepada wanita dan gadis muslimah Bosnia ( Repulibika, 11/4/1999)
Anehnya, setelah serbuan NATO terus-menerus dilakukan, pemerintah melalui polisi dan tentara yang selalu mengusir keluar kaum muslimin etnis Albania dari Kosovo kemudian justru melarang mereka keluar dari Kosovo. Pemerintah Yugoslaviapun mengumumkan gencatan senjata secara sepihak. Sementara itu NATO tetap mengamcam bahkan akan menerbangkan pesawatnya begitu rendah untuk mendapatkan sasaran yang lebih banyak (Republika, 10/4/1999) Sementara itu AS sang pemimpin NATO berencana untuk melakukan serangan darat meskipun besar resikonya.
Melihat posisinya yang sangat strategis di Eropa dan sejarah telah mencatatanya sebagai daerah rawan konfilik, kiranya krisis di Balkan bukan semata krisis lantaran tindakan biadab pemerintah Serbia Yughoslvia yang melakukan pembersihan etnis terhadap penduduk mayoritas propinsi Kosov, yakni kaum muslimin etnis Albania. Rupanya kaum muslimin hanyalah sekedar komunitas yang dikorbankan dalam konflik politik dan militer di wilayah itu. Lalu konspirasi apa yang terjadi di kawasan Balkan ? Dan atas ambisi siapa konflik itu meluas ? Lalu bagaimana keadaan kaum muslimin di sana ? Dan bagaimana seharusnya sikap kaum muslimin terhadap krisis Balkan, terutama dalam menolong kaum muslimin di sana ? Tulisan ini mencoba menganalisanya.
AMBISI AS DI BALKAN
Semula konflik Kosovo itu akan diakhiri oleh Inggris dan Perancis, melalui perundingan "Rambouiillet". Namun demikian, intervensi Amerika dalam perundingan tersebut dan ancaman yang dilakukan serta tekanannya membuat negara-negara yang tergabung dalam NATO hanya sebagai pihak penjamin kesepakatan perdamaian antara pihak yang bertikai yang telah gagal pada perundingan "Rambouillet" di paris dan memberikan tekanan pada Slobodan Milosevic, Pemimpin Serbia, untuk memobilisask pasukan Serbia di Kosovo. Sebagai konsekuensinya , timbullah pengusiran pembunuhan dan penyiksaan kaum Muslimin serta pembunuhan secara biadab terhadap kaum Muslimin. Isu inilah yang telah memberikan inisiatif pihak Amerika untuk mencari-cari alasan atas intervensi milite NATO di kawasan Balkan.
Pilihan Amerika atas kawan Balkan bukanlah lahir karena kevakuman perundingan yang dilakukan. Akan tetapi , Amerika tahu bahwa kawasan Balkan terdiri dari berbagai ras dan etnik yang dapat dipecah atas berbagai negara-negara Balkan. Selanjutnya, dimulailah konflik (peperangan) s
Sunday, February 27, 2011
balkan
KONFLIK BALKAN 1992 DAN PELANGGARAN TERHADAP KONVENSI JENEWA
Sejarah Konflik Balkan
Secara sejarah, peristilahan Balkan ditujukan bagi negara-negara yang tergabung secara geografis di Eropa bagian Tenggara. Negara-negara yang berada di kawasan Balkan terdiri dari Albania, Bosnia dan Herzegovina, Bulgaria, Kroasia, Yunani, Republik Macedonia, Serbia dan Montenegro. Pada tahun 1992, Yugoslavia mencapai titik awal perpecahannya, dimana Slovenia dan Kroasia mencetuskan permusuhan dengan Serbia, dimana peperangan ini mengakibatkan pengungsian. Selain permasalahan Slovenia dan Kroasia juga peperangan terjadi di Bosnia, dimana terjadi genosida terhadap etnik Muslim. Dengan berbagai fenomena yang terjadi di kawasan Balkan pada tahun 1992, penulis mencoba menekankan pada konflik yang terjadi di Bosnia.
Perang Serbia-Bosnia Tahun 1992
Pada awal terjadinya perang di tahun 1992, warga negara Bosnia yang terdiri atas etnis Bosnia dan etnis Kroasia bersama-sama menghadapi serangan tentara Serbia. Namun ketika keadaan Bosnia mencapai titik kritis, dimana hampir 70% wilayah Bosnia direbut oleh Serbia, etnis Kroasia di Bosnia dibantu negara Kroasia berkhianat dan berusaha merebut wilayah Bosnia yang tersisa (30%). Akibatnya Kroasia berhasil menguasai 20% wilayah Bosnia, sementara warga muslim Bosnia hanya menguasai 10% wilayahnya. Tindakan ini menjadikan muslim Bosnia terjepit oleh serangan dua musuh sekaligus.
Ironisnya, dalam keadaan seperti ini PBB dan negara-negara Barat bersikeras mempertahankan embargo senjata pada muslim Bosnia. Mereka menutup mata terhadap pembantaian besar-besaran yang terjadi di depan mata mereka. Dalam langkah majunya menguasai wilayah Bosnia, pasukan Serbia melakukan pembantaian massal terhadap muslim Bosnia. Mereka yang beruntung masih hidup dipaksa meninggalkan tempat tinggalnya. Sejarah mencatat perang ini ditandai dengan pemerkosaan terhadap para wanita Islam dilakukan secara massal dan sistematis. Bayi-bayi hasil perkosaan tentara Serbia akan dianggap warga etnis Serbia. Dengan demikian, kelak Serbia dapat mengklaim sebagai etnis mayoritas di wilayah-wilayah yang didudukinya. Serangan Serbia (yang kemudian dibantu oleh Kroasia) terhadap muslim Bosnia telah menyebabkan tragedi kemanusiaan yang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia kedua.
Perang Internal Bosnia
1. Perang antara etnis Serbia dengan etnis Kroasia
Perang antara etnis Serbia dengan etnis Kroasia di Bosnia terjadi pada tahun 1992, akibat kondisi yang tidak menentu di wilayah Bosnia Herzegovina. Aksi dari etnis Kroasia terhadap etnis Serbia, dan sebaliknya memicu perang di Bosnia. Konflik ini diawali dengan serangan etnis Kroasia yang menimbulkan korban, dimana ada korban perkosaan terhadap wanita. Peperangan juga berlanjut ke wilayah-wilayah yang menjadi kepentingan kedua pihak yang berperang tersebut.
2. Perang antara etnis Serbia dengan etnis Muslim
Situasi politik yang tegang, dan kepentingan yang saling berbenturan menyebabkan api perang tersulut, konflik bersenjata tidak terhindarkan lagi. Pasukan-pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia mencoba bertindak sebagai penengah, namun tidak berhasil. Konflik memuncak terjadi setelah Masyarakat Eropa dan AS mengakui Bosnia Herzegovina sebagai negara merdeka dan berdaulat. Hal ini telah mendorong pimpinan Bosnia-Herzegovina yang terdiri dari etnis Muslim & Kroat menuduh etnis Serbia yang sebagai pihak yang mengancam terhadap negara merdeka dan berdaulat Republik Bosnia Herzegovina.
Pelanggaran Hukum Perang dan Hukum Humaniter Yang Terjadi Dalam Perang Serbia-Bosnia
1. Pelanggaran terhadap hukum perang yang berlaku di darat.
2. Pasukan Serbia melakukan pembantaian massal terhadap muslim Bosnia. Mereka yang beruntung masih hidup dipaksa meninggalkan tempat tinggalnya. Sejarah mencatat perang ini ditandai dengan pemerkosaan terhadap para wanita Muslim yang dilakukan secara massal dan sistematis.
3. Tentara Serbia melakukan tindakan pemusahan etnik terhadap Bosnia-Herzegovina agar hilang dari peradabannya (tindakan genosida).
4. Bantuan pangan dari PBB, Solidaritas Islam dan Organisasi Bulan Sabit Merah (Red Crescent Movement) diblokir oleh Serbia dengan maksud membunuh pelan-pelan penduduk dan tawanan perang.
5. Penyiksaan terhadap gerilyawan Bosnia, dimana ditangkap dan disiksa di kamp-kamp konsentrasi.
Pelanggaran Konvensi Jenewa dalam Kasus Perang Bosnia-Serbia
1. Pasal 3 Konvensi I,II,III,dan IV tentang ketentuan perang, perlakuan terhadap korban perang.
2. Pasal 12 Konvensi 1, Konvensi 2, Protokol I pasal 10, dan Protokol II pasal 7 tentang perlindungan dan penghormatan terhadap prajurit yang sakit, cedera, atau korban kapal karam.
3. Pasal 12 dan 14 Konvensi I, Pasal 12 dan 16 Konvensi II, dan Protokol I pasal 44 tentang kewajiban pasukan tempur untuk merawat anggota angkatan bersenjata musuh yang ditawan dan cedera.
4. Pasal 19 Konvensi I, tentang pengurangan efektivitas pelayanan kesatuan medis.
5. Pasal 13 Konvensi I,II,III dan IV tentang perlakuan terhadap tawanan perang.
6. Pasal 14 dan 15 Konvensi III mengenai penghormatan pribadi dan perlakuan manusiawi terhadap tawanan perang, juga perhatian khusus kepada perempuan
7. Protokol I Pasal 48 tentang pembedaan penduduk sipil dan peserta tempur, juga instalasi sipil dan instalasi tempur.
8. Protokol I Pasal 51, melarang serangan yang tidak pandang bulu.
9. Protokol I pasal 54 dan 55 tentang menjadikan terjadinya penderitaan terhadap penduduk sipil.
10. Pasal 23 Konvensi IV tentang izin pemberian dan pendistribusian bantuan kemanusiaan.
11. Pasal 24 Konvensi 4 tentang perhatian khusus kepada wanita dan anak-anak terhadap segala bentuk serangan yang tidak senonoh.
Sumber :
Komite Internasional Palang Merah. 2000. Ringkasan Konvensi-Konvensi Jenewa Tertanggal 12 Agustus 1949 Serta Protokol-Protokol Tambahannya. ICRC
Bhakti, Prof.DR.H. Yudha. Pengadilan Penjahat Perang.
Sejarah Konflik Balkan
Secara sejarah, peristilahan Balkan ditujukan bagi negara-negara yang tergabung secara geografis di Eropa bagian Tenggara. Negara-negara yang berada di kawasan Balkan terdiri dari Albania, Bosnia dan Herzegovina, Bulgaria, Kroasia, Yunani, Republik Macedonia, Serbia dan Montenegro. Pada tahun 1992, Yugoslavia mencapai titik awal perpecahannya, dimana Slovenia dan Kroasia mencetuskan permusuhan dengan Serbia, dimana peperangan ini mengakibatkan pengungsian. Selain permasalahan Slovenia dan Kroasia juga peperangan terjadi di Bosnia, dimana terjadi genosida terhadap etnik Muslim. Dengan berbagai fenomena yang terjadi di kawasan Balkan pada tahun 1992, penulis mencoba menekankan pada konflik yang terjadi di Bosnia.
Perang Serbia-Bosnia Tahun 1992
Pada awal terjadinya perang di tahun 1992, warga negara Bosnia yang terdiri atas etnis Bosnia dan etnis Kroasia bersama-sama menghadapi serangan tentara Serbia. Namun ketika keadaan Bosnia mencapai titik kritis, dimana hampir 70% wilayah Bosnia direbut oleh Serbia, etnis Kroasia di Bosnia dibantu negara Kroasia berkhianat dan berusaha merebut wilayah Bosnia yang tersisa (30%). Akibatnya Kroasia berhasil menguasai 20% wilayah Bosnia, sementara warga muslim Bosnia hanya menguasai 10% wilayahnya. Tindakan ini menjadikan muslim Bosnia terjepit oleh serangan dua musuh sekaligus.
Ironisnya, dalam keadaan seperti ini PBB dan negara-negara Barat bersikeras mempertahankan embargo senjata pada muslim Bosnia. Mereka menutup mata terhadap pembantaian besar-besaran yang terjadi di depan mata mereka. Dalam langkah majunya menguasai wilayah Bosnia, pasukan Serbia melakukan pembantaian massal terhadap muslim Bosnia. Mereka yang beruntung masih hidup dipaksa meninggalkan tempat tinggalnya. Sejarah mencatat perang ini ditandai dengan pemerkosaan terhadap para wanita Islam dilakukan secara massal dan sistematis. Bayi-bayi hasil perkosaan tentara Serbia akan dianggap warga etnis Serbia. Dengan demikian, kelak Serbia dapat mengklaim sebagai etnis mayoritas di wilayah-wilayah yang didudukinya. Serangan Serbia (yang kemudian dibantu oleh Kroasia) terhadap muslim Bosnia telah menyebabkan tragedi kemanusiaan yang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia kedua.
Perang Internal Bosnia
1. Perang antara etnis Serbia dengan etnis Kroasia
Perang antara etnis Serbia dengan etnis Kroasia di Bosnia terjadi pada tahun 1992, akibat kondisi yang tidak menentu di wilayah Bosnia Herzegovina. Aksi dari etnis Kroasia terhadap etnis Serbia, dan sebaliknya memicu perang di Bosnia. Konflik ini diawali dengan serangan etnis Kroasia yang menimbulkan korban, dimana ada korban perkosaan terhadap wanita. Peperangan juga berlanjut ke wilayah-wilayah yang menjadi kepentingan kedua pihak yang berperang tersebut.
2. Perang antara etnis Serbia dengan etnis Muslim
Situasi politik yang tegang, dan kepentingan yang saling berbenturan menyebabkan api perang tersulut, konflik bersenjata tidak terhindarkan lagi. Pasukan-pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia mencoba bertindak sebagai penengah, namun tidak berhasil. Konflik memuncak terjadi setelah Masyarakat Eropa dan AS mengakui Bosnia Herzegovina sebagai negara merdeka dan berdaulat. Hal ini telah mendorong pimpinan Bosnia-Herzegovina yang terdiri dari etnis Muslim & Kroat menuduh etnis Serbia yang sebagai pihak yang mengancam terhadap negara merdeka dan berdaulat Republik Bosnia Herzegovina.
Pelanggaran Hukum Perang dan Hukum Humaniter Yang Terjadi Dalam Perang Serbia-Bosnia
1. Pelanggaran terhadap hukum perang yang berlaku di darat.
2. Pasukan Serbia melakukan pembantaian massal terhadap muslim Bosnia. Mereka yang beruntung masih hidup dipaksa meninggalkan tempat tinggalnya. Sejarah mencatat perang ini ditandai dengan pemerkosaan terhadap para wanita Muslim yang dilakukan secara massal dan sistematis.
3. Tentara Serbia melakukan tindakan pemusahan etnik terhadap Bosnia-Herzegovina agar hilang dari peradabannya (tindakan genosida).
4. Bantuan pangan dari PBB, Solidaritas Islam dan Organisasi Bulan Sabit Merah (Red Crescent Movement) diblokir oleh Serbia dengan maksud membunuh pelan-pelan penduduk dan tawanan perang.
5. Penyiksaan terhadap gerilyawan Bosnia, dimana ditangkap dan disiksa di kamp-kamp konsentrasi.
Pelanggaran Konvensi Jenewa dalam Kasus Perang Bosnia-Serbia
1. Pasal 3 Konvensi I,II,III,dan IV tentang ketentuan perang, perlakuan terhadap korban perang.
2. Pasal 12 Konvensi 1, Konvensi 2, Protokol I pasal 10, dan Protokol II pasal 7 tentang perlindungan dan penghormatan terhadap prajurit yang sakit, cedera, atau korban kapal karam.
3. Pasal 12 dan 14 Konvensi I, Pasal 12 dan 16 Konvensi II, dan Protokol I pasal 44 tentang kewajiban pasukan tempur untuk merawat anggota angkatan bersenjata musuh yang ditawan dan cedera.
4. Pasal 19 Konvensi I, tentang pengurangan efektivitas pelayanan kesatuan medis.
5. Pasal 13 Konvensi I,II,III dan IV tentang perlakuan terhadap tawanan perang.
6. Pasal 14 dan 15 Konvensi III mengenai penghormatan pribadi dan perlakuan manusiawi terhadap tawanan perang, juga perhatian khusus kepada perempuan
7. Protokol I Pasal 48 tentang pembedaan penduduk sipil dan peserta tempur, juga instalasi sipil dan instalasi tempur.
8. Protokol I Pasal 51, melarang serangan yang tidak pandang bulu.
9. Protokol I pasal 54 dan 55 tentang menjadikan terjadinya penderitaan terhadap penduduk sipil.
10. Pasal 23 Konvensi IV tentang izin pemberian dan pendistribusian bantuan kemanusiaan.
11. Pasal 24 Konvensi 4 tentang perhatian khusus kepada wanita dan anak-anak terhadap segala bentuk serangan yang tidak senonoh.
Sumber :
Komite Internasional Palang Merah. 2000. Ringkasan Konvensi-Konvensi Jenewa Tertanggal 12 Agustus 1949 Serta Protokol-Protokol Tambahannya. ICRC
Bhakti, Prof.DR.H. Yudha. Pengadilan Penjahat Perang.
Wednesday, February 23, 2011
bodoh vs pintar
Orang bodoh sukar mendapat pekerjaan, akhirnya berniaga…
Bermula dari bawah,modal kecil akhirnya perniagaannya berjaya
Agar perniagaannya terus maju, dia mengambil pekerja yang terutamanya orang yang pintar dan mempunyai kelulusan.
Akhirnya boss orang pintar adalah orang bodoh.
Orang bodoh sering melakukan kesalahan,
maka dia mengupah orang pintar yang tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah.
Akhirnya orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.
Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk mencari kerja yang lebih baik. Orang bodoh berfikir bagaimana mendapatkan wang untuk membayar proposal yang dimajukan orang pintar.
Orang bodoh tidak pandai membuat teks pidato,
maka dia menyuruh orang pintar untuk membuatnya.
Orang bodoh tidak lulus dengan cemerlang dalam SPM
oleh kerana itu orang bodoh memerintahkan orang pintar
untuk membuat undang-undang orang bodoh.
Orang bodoh biasanya pandai bercakap-cakap kosong, tetapiorang pintar percaya.
Tapi kemudian orang pintar menyesal kerana telah mempercayai orang bodoh.
Tapi pada masa itu orang bodoh sudah ada di atas.
Orang bodoh berfikir pendek untuk memutuskan sesuatu yang difikirkan dengan panjang oleh orang pintar.
Kerana orang orang pintar menjadi stafnya orang bodoh memang sepatutnya dia tolong fikirkan untuk
Semasa perniagaan orang bodoh maju, orang pintar akan menghabiskan waktunya untuk bekerja keras dengan hati senang,
sementara orang bodoh menghabiskan waktu untuk bersenang-lenang dengan keluarganya.
Mata orang bodoh selalu mencari apa yang boleh di jadikan duit.
Mata orang pintar selalu mencari di ruangan kerja kosong.
Posted @ www.isuhangat.net . Cerita ini hanya suka-suka sahaja hasil pemerhatian rakan sekeliling.
Bermula dari bawah,modal kecil akhirnya perniagaannya berjaya
Agar perniagaannya terus maju, dia mengambil pekerja yang terutamanya orang yang pintar dan mempunyai kelulusan.
Akhirnya boss orang pintar adalah orang bodoh.
Orang bodoh sering melakukan kesalahan,
maka dia mengupah orang pintar yang tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah.
Akhirnya orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.
Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk mencari kerja yang lebih baik. Orang bodoh berfikir bagaimana mendapatkan wang untuk membayar proposal yang dimajukan orang pintar.
Orang bodoh tidak pandai membuat teks pidato,
maka dia menyuruh orang pintar untuk membuatnya.
Orang bodoh tidak lulus dengan cemerlang dalam SPM
oleh kerana itu orang bodoh memerintahkan orang pintar
untuk membuat undang-undang orang bodoh.
Orang bodoh biasanya pandai bercakap-cakap kosong, tetapiorang pintar percaya.
Tapi kemudian orang pintar menyesal kerana telah mempercayai orang bodoh.
Tapi pada masa itu orang bodoh sudah ada di atas.
Orang bodoh berfikir pendek untuk memutuskan sesuatu yang difikirkan dengan panjang oleh orang pintar.
Kerana orang orang pintar menjadi stafnya orang bodoh memang sepatutnya dia tolong fikirkan untuk
Semasa perniagaan orang bodoh maju, orang pintar akan menghabiskan waktunya untuk bekerja keras dengan hati senang,
sementara orang bodoh menghabiskan waktu untuk bersenang-lenang dengan keluarganya.
Mata orang bodoh selalu mencari apa yang boleh di jadikan duit.
Mata orang pintar selalu mencari di ruangan kerja kosong.
Posted @ www.isuhangat.net . Cerita ini hanya suka-suka sahaja hasil pemerhatian rakan sekeliling.
Wednesday, February 16, 2011
sifat orang jepun
10 Resepi Kejayaan Orang Jepun
Kita tidak perlu malu meniru bangsa lain, jikalau kita semak bersama point-point di bawah sebenarnya dalam diri bangsa sudah ada pada kita hanya pada sekarang ini tanpa kita sedari sedang tenggelam oleh keangkuhan dan dihanyutkan dengan budaya kebendaan.
Berikut 10 resepi maju yang patut kita contohi dari tingkahlaku orang Jepun, dan 10 point yang sudah hilang dari bangsa kita ini;
1. KERJA KERAS
Sudah menjadi rahsia umum bahawa bangsa Jepun adalah pekerja yang rajin. Secara purata jam kerja pegawai di Jepun adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Britain (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun).
Seorang pekerja di Jepun dapat menghasilkan sebuah kereta dalam masa 9 hari, sedangkan pekerja di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat kereta yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepun boleh dikatakan boleh melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang.
Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepun, dan menandakan bahawa pegawai tersebut termasuk “yang tidak diperlukan” oleh perniagaan. Di kampus, professor juga biasa pulang malam (secara tepat pagi), membuat mahasiswa tidak mahu pulang cepat. Fenomena Karoshi (mati kerana kerja keras) mungkin hanya ada di Jepun. Sebagian besar orang lama Jepun menyebutkan bahawa dengan kerja keras inilah sebenarnya kebangkitan dan kemakmuran Jepun boleh tercapai.
2. MALU
Malu adalah budaya sopan dan turun temurun bangsa Jepun. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, iaitu ketika mereka kalah dalam pertempuran. Masuk ke dunia moden, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (menteri, politikus, dsb) yang terlibat masalah rasuah atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Kesan negatifnya mungkin adalah pelajar yang kadang-kala membunuh diri, kerana keputusan peperiksaan yang buruk atau tidak naik kelas.
Kerana malu jugalah, orang Jepun lebih suka beratur daripada memotong barisan semasa beratur. Mereka secara automatik membentuk barisan dalam setiap keadaan yang diperlukan seperti pembelian ticket, masuk ke stadium untuk menonton bolasepak, menaiki bas, bahkan untuk menggunakan tandas awam. Mereka beratur rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap orang sekeliling apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi amalan umum.
3. HIDUP BERJIMAT
Orang Jepun memiliki semangat hidup berjimat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Kebanyakan orang Jepun ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30.
Ini kerana sudah menjadi perkara yang biasa bahawa supermarket di Jepun akan memotong harga sampai separuh pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahawa Supermarket di Jepun rata-rata tutup pada pukul 20:00.
Contoh lain adalah para suri rumah rela menaiki basikal menuju ke kedai sayur agak jauh dari rumah, hanya kerana lebih murah 20 atau 30 yen. Banyak keluarga Jepun yang tidak memiliki kereta, bukan kerana tidak mampu, tapi kerana lebih berjimat menggunakan bas.
Ruangan pemanas di rumah Jepun pun menggunakan minyak tanah yang berbau, padahal sudah cukup dengan Aircond yang ada mode dingin dan panas.
Alasannya ternyata satu, minyak tanah lebih murah daripada elektrik. Professor Jepun juga terbiasa menaiki basikal tua ke kampus, bersaing dengan mahasiswa-mahasiswanya.
4. SETIA
Setia membuat sistem karier di sebuah perniagaan berjalan dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepun yang bertukar-tukar kerja. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pencen.
Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepun yang kebanyakan hanya mahu menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang (core business) perusahaan.
Bandar Hofu mungkin sebuah contoh yang nyata. Hofu dulunya adalah bandar industri yang ketinggalan dengan penduduk yang terlalu padat.
Kesetiaan penduduk untuk tetap bertahan (tidak pergi ke luar bandar) dan punya komitmen bersama untuk bekerja keras siang dan malam akhirnya mengubah Hofu menjadi bandar yang maju dan moden. Bahkan pada masa sekarang menjadi bandar industri terbaik dengan pengeluaran kendaraan mencapai 160,000 setahun.
5. INOVASI
Jepun bukan bangsa pembuatan, tapi orang Jepun mempunyai kelebihan dalam mengubah penemuan orang lain dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat.
Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perniagaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan mengubah model portable sebagai sebuah produk yang meletup selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu.
Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepun, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepun dengan inovasinya dapat mengembangkan industri kendaraan yang lebih cepat dan murah.
Kereta yang dihasilkan juga relatif lebih murah, ringan, mudah dipandu, mudah dibaiki dan lebih jimat bahan bakar.
Perusahaan Matsushita Electric yang dulu terkenal dengan sebutan “maneshita” (peniru) punya legenda sendiri dengan mesin pembuat rotinya. Inovasi dan idea dari seorang engineernya bernama Ikuko Tanaka yang berinisiatif untuk meniru teknik pembuatan roti dari cheef di Osaka International Hotel, menghasilkan karya mesin pembuat roti (home bakery) berjenama Matsushita yang kemudian semakin terkenal.
6. PANTANG MENYERAH
Sejarah membuktikan bahawa Jepun termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kerajaan Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepun sangat tertinggal dalam teknologi.
Ketika pemulihan Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepun cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepun menyerah. Tidak hanya menjadi pengimport minyak,bijih besi dan kayu, bahkan 85% sumber tenaga Jepun berasal dari negara lain.
Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dari peristiwa bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kekalahan Jepun dalam perang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepun tidak habis.
Dalam beberapa tahun berikutnya Jepun sudah berhasil membangun industri automotif dan bahkan juga keretapi laju (shinkansen) . Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang perniagaannya hancur dan hampir tersingkir dari perniagaan peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, bermula dari kosong untuk membangun industri sehingga menjadi empayar ampuh terkini.
Akio Morita juga awalnya menjadi bahan ketawa orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang kecil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya menjadi legenda dengan dengan Sony Walkmannya. Yang
Cukup unik bahawa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan dibuat formula di Jepun dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
7. BUDAYA BACA
Jangan terperanjat kalau anda datang ke Jepun dan masuk ke densha (kereta elektrik), sebahagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau surat khabar. Tidak peduli duduk atau berdiri, ramai yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca.
Ramai penerbit yang mula membuat komik manga untuk mengisi di kurikulum sekolah.
Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya membaca orang Jepun juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (Bahasa Inggeris, Perancis, Jerman, dsb).
8. KERJASAMA
Budaya di Jepun tidak terlalu membuat kerja yang terlalu bersifat individualistik.
Termasuk dalam menghasilkan pekerjaan, biasanya dengan hasil kerja berkumpulan tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, keadaan kampus juga seperti itu, mengerjakan tugas assignment biasanya juga dalam bentuk berkumpulan.
Kerja dalam kumpulan mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepun. Ada pepatah yang mengatakan bahawa “Seorang professor Jepun akan kalah dengan seorang professor Amerika, tetapi 10 orang professor Amerika tidak akan dapat mengalahkan 10 orang professor Jepun yang berkumpulan”.
Mesyuarat atau muafakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kumpulan. Keputusan strategi harus dibincangkan dalam “rin-gi”.
9. BERDIKARI
Sejak usia kecil, anak-anak dilatih untuk berdikari.Di Jepun setiap kanak-kanak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Semasa di kolej hampir sebagian besar tidak meminta belanja daripada ibu bapa mereka.
Mereka membuat kerja part time untuk belanja sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan wang, mereka “meminjam” wang kepada ibu bapa mereka yang nantinya mereka memulangkan di bulan berikutnya.
10. JAGA TRADISI
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepun kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai sekarang.
Budaya minta maaf masih menjadi budaya orang Jepang.Sehingga zaman sekarang orang Jepun relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran dari orang lain.
Pertanian merupakan tradisi dan aset penting di Jepun. Persaingan keras kerana adanya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya.
Mungkin seperti di atas 10 resepi berjaya yang dapat dirangkumkan. Bangsa Melayu mempunyai hampir semua resepi orang Jepun diatas, hanya mungkin kita belum mengasahnya dengan baik.
Kita yakin ada faktor “kesilapan teknik” yang membuatkan kita agak ketinggalan dalam teknologi dan ekonomi. Mari kita bersama mencari solusi untuk pelbagai masalah dewasa ini. Kita juga harus tetap mahu belajar dan menerima kebaikan dari siapapun, yang baik kita ikut tapi yang buruk kita hindari
Kita tidak perlu malu meniru bangsa lain, jikalau kita semak bersama point-point di bawah sebenarnya dalam diri bangsa sudah ada pada kita hanya pada sekarang ini tanpa kita sedari sedang tenggelam oleh keangkuhan dan dihanyutkan dengan budaya kebendaan.
Berikut 10 resepi maju yang patut kita contohi dari tingkahlaku orang Jepun, dan 10 point yang sudah hilang dari bangsa kita ini;
1. KERJA KERAS
Sudah menjadi rahsia umum bahawa bangsa Jepun adalah pekerja yang rajin. Secara purata jam kerja pegawai di Jepun adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Britain (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun).
Seorang pekerja di Jepun dapat menghasilkan sebuah kereta dalam masa 9 hari, sedangkan pekerja di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat kereta yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepun boleh dikatakan boleh melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang.
Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepun, dan menandakan bahawa pegawai tersebut termasuk “yang tidak diperlukan” oleh perniagaan. Di kampus, professor juga biasa pulang malam (secara tepat pagi), membuat mahasiswa tidak mahu pulang cepat. Fenomena Karoshi (mati kerana kerja keras) mungkin hanya ada di Jepun. Sebagian besar orang lama Jepun menyebutkan bahawa dengan kerja keras inilah sebenarnya kebangkitan dan kemakmuran Jepun boleh tercapai.
2. MALU
Malu adalah budaya sopan dan turun temurun bangsa Jepun. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, iaitu ketika mereka kalah dalam pertempuran. Masuk ke dunia moden, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (menteri, politikus, dsb) yang terlibat masalah rasuah atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Kesan negatifnya mungkin adalah pelajar yang kadang-kala membunuh diri, kerana keputusan peperiksaan yang buruk atau tidak naik kelas.
Kerana malu jugalah, orang Jepun lebih suka beratur daripada memotong barisan semasa beratur. Mereka secara automatik membentuk barisan dalam setiap keadaan yang diperlukan seperti pembelian ticket, masuk ke stadium untuk menonton bolasepak, menaiki bas, bahkan untuk menggunakan tandas awam. Mereka beratur rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap orang sekeliling apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi amalan umum.
3. HIDUP BERJIMAT
Orang Jepun memiliki semangat hidup berjimat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Kebanyakan orang Jepun ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30.
Ini kerana sudah menjadi perkara yang biasa bahawa supermarket di Jepun akan memotong harga sampai separuh pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahawa Supermarket di Jepun rata-rata tutup pada pukul 20:00.
Contoh lain adalah para suri rumah rela menaiki basikal menuju ke kedai sayur agak jauh dari rumah, hanya kerana lebih murah 20 atau 30 yen. Banyak keluarga Jepun yang tidak memiliki kereta, bukan kerana tidak mampu, tapi kerana lebih berjimat menggunakan bas.
Ruangan pemanas di rumah Jepun pun menggunakan minyak tanah yang berbau, padahal sudah cukup dengan Aircond yang ada mode dingin dan panas.
Alasannya ternyata satu, minyak tanah lebih murah daripada elektrik. Professor Jepun juga terbiasa menaiki basikal tua ke kampus, bersaing dengan mahasiswa-mahasiswanya.
4. SETIA
Setia membuat sistem karier di sebuah perniagaan berjalan dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepun yang bertukar-tukar kerja. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pencen.
Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepun yang kebanyakan hanya mahu menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang (core business) perusahaan.
Bandar Hofu mungkin sebuah contoh yang nyata. Hofu dulunya adalah bandar industri yang ketinggalan dengan penduduk yang terlalu padat.
Kesetiaan penduduk untuk tetap bertahan (tidak pergi ke luar bandar) dan punya komitmen bersama untuk bekerja keras siang dan malam akhirnya mengubah Hofu menjadi bandar yang maju dan moden. Bahkan pada masa sekarang menjadi bandar industri terbaik dengan pengeluaran kendaraan mencapai 160,000 setahun.
5. INOVASI
Jepun bukan bangsa pembuatan, tapi orang Jepun mempunyai kelebihan dalam mengubah penemuan orang lain dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat.
Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perniagaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan mengubah model portable sebagai sebuah produk yang meletup selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu.
Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepun, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepun dengan inovasinya dapat mengembangkan industri kendaraan yang lebih cepat dan murah.
Kereta yang dihasilkan juga relatif lebih murah, ringan, mudah dipandu, mudah dibaiki dan lebih jimat bahan bakar.
Perusahaan Matsushita Electric yang dulu terkenal dengan sebutan “maneshita” (peniru) punya legenda sendiri dengan mesin pembuat rotinya. Inovasi dan idea dari seorang engineernya bernama Ikuko Tanaka yang berinisiatif untuk meniru teknik pembuatan roti dari cheef di Osaka International Hotel, menghasilkan karya mesin pembuat roti (home bakery) berjenama Matsushita yang kemudian semakin terkenal.
6. PANTANG MENYERAH
Sejarah membuktikan bahawa Jepun termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kerajaan Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepun sangat tertinggal dalam teknologi.
Ketika pemulihan Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepun cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepun menyerah. Tidak hanya menjadi pengimport minyak,bijih besi dan kayu, bahkan 85% sumber tenaga Jepun berasal dari negara lain.
Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dari peristiwa bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kekalahan Jepun dalam perang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepun tidak habis.
Dalam beberapa tahun berikutnya Jepun sudah berhasil membangun industri automotif dan bahkan juga keretapi laju (shinkansen) . Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang perniagaannya hancur dan hampir tersingkir dari perniagaan peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, bermula dari kosong untuk membangun industri sehingga menjadi empayar ampuh terkini.
Akio Morita juga awalnya menjadi bahan ketawa orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang kecil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya menjadi legenda dengan dengan Sony Walkmannya. Yang
Cukup unik bahawa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan dibuat formula di Jepun dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
7. BUDAYA BACA
Jangan terperanjat kalau anda datang ke Jepun dan masuk ke densha (kereta elektrik), sebahagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau surat khabar. Tidak peduli duduk atau berdiri, ramai yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca.
Ramai penerbit yang mula membuat komik manga untuk mengisi di kurikulum sekolah.
Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya membaca orang Jepun juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (Bahasa Inggeris, Perancis, Jerman, dsb).
8. KERJASAMA
Budaya di Jepun tidak terlalu membuat kerja yang terlalu bersifat individualistik.
Termasuk dalam menghasilkan pekerjaan, biasanya dengan hasil kerja berkumpulan tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, keadaan kampus juga seperti itu, mengerjakan tugas assignment biasanya juga dalam bentuk berkumpulan.
Kerja dalam kumpulan mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepun. Ada pepatah yang mengatakan bahawa “Seorang professor Jepun akan kalah dengan seorang professor Amerika, tetapi 10 orang professor Amerika tidak akan dapat mengalahkan 10 orang professor Jepun yang berkumpulan”.
Mesyuarat atau muafakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kumpulan. Keputusan strategi harus dibincangkan dalam “rin-gi”.
9. BERDIKARI
Sejak usia kecil, anak-anak dilatih untuk berdikari.Di Jepun setiap kanak-kanak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Semasa di kolej hampir sebagian besar tidak meminta belanja daripada ibu bapa mereka.
Mereka membuat kerja part time untuk belanja sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan wang, mereka “meminjam” wang kepada ibu bapa mereka yang nantinya mereka memulangkan di bulan berikutnya.
10. JAGA TRADISI
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepun kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai sekarang.
Budaya minta maaf masih menjadi budaya orang Jepang.Sehingga zaman sekarang orang Jepun relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran dari orang lain.
Pertanian merupakan tradisi dan aset penting di Jepun. Persaingan keras kerana adanya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya.
Mungkin seperti di atas 10 resepi berjaya yang dapat dirangkumkan. Bangsa Melayu mempunyai hampir semua resepi orang Jepun diatas, hanya mungkin kita belum mengasahnya dengan baik.
Kita yakin ada faktor “kesilapan teknik” yang membuatkan kita agak ketinggalan dalam teknologi dan ekonomi. Mari kita bersama mencari solusi untuk pelbagai masalah dewasa ini. Kita juga harus tetap mahu belajar dan menerima kebaikan dari siapapun, yang baik kita ikut tapi yang buruk kita hindari
Thursday, February 10, 2011
KONFLIK RAS DAN ETNIK
Build your own FREE website at Tripod.com Share: Facebook | Twitter | Digg | reddit
KERTAS KERJA SEMINAR PEMBANGUNAN & ISU-ISU GLOBAL (MTP 3012)
KONFLIK ETNIK DAN RAS
Pendahuluan
Konflik etnik dan ras merupakan cemuhan terhadap peradaban manusia. Kurniaan Tuhan supaya setiap kaum berbangga dengan keunikan fizikal masing-masing telah dijadikan punca perbalahan antara kaum. Sungguhpun konflik etnik dan ras telah pun wujud sejak awal kewujudan manusia, namun ia masih berlarutan sehingga hari ini. Pada hari ini, konflik etnik dan ras tetap wujud di setiap pelusuk dunia.
Ternyata, konflik yang berpunca dari ketidakadilan dan rasa tidak puas hati antara manusia disebabkan oleh perbezaan warna kulit dan budaya yang masih ketara. Konflik yang berlaku di negara-negara bekas Persekutuan Soviet, Eropah Timur, negara-negara Balkan, Palestin, negara Afrika seperti Rwanda, juga di negara maju seperti Amerika Syarikat dan baru-baru ini di negara jiran kita Indonesia telah membuktikan kepada manusia sejagat bahawa ketegangan suku kaum telah membawa kepada keganasan dan konfrontasi. Maka, timbullah persoalan samada konflik etnik dan ras akan berkesudahan?
Pengertian Terhadap Etnik dan Ras
Ras (Race) adalah kumpulan manusia yang terdiri daripada lelaki dan perempuan yang berkongsi ciri-ciri biologi tersendiri yang diwarisi, dan dapat dibezakan dengan jelas dalam masyarakat (Macionis, 1998:214). Pada suatu ketika dahulu, manusia pernah dibahagikan kepada kategori Caucasoid, Mongoloid, Negroid dan Australoid dengan berdasarkan kepada perbezaan fizikal seperti warna kulit, warna rambut, rupa bentuk dan lain-lain.
Walau bagaimanapun pembahagian sedemikian adalah secara kasar sahaja kerana memang terdapat golongan yang sukar diklasifikasikan ke dalam mana-mana kumpulan ras. Ini adalah kerana manusia sentiasa bergerak, bersosial, berinteraksi dan perkahwinan campur sering berlaku di antara satu sama lain. Kesannya akan menghasilkan golongan baru yang mempunyai keturunan campuran yang tidak dapat digolongkan ke dalam mana-mana kumpulan ras.
Menurut Academic American Encyclopedia (Volume 16:37), ras boleh didefinasikan sebagai teori atau falsafah yang menyatakan seseorang mewarisi ciri-ciri seperti warna kulit, rupa bentuk, warna rambut, tingkat laku, kelakuan atau tahap intelektual. Pengertian sedemikian menyebabkan sesetengah manusia mengangggap kaum mereka adalah lebih unggul daripada kaum lain.
Penyalahgunaan konsep ras dalam konteks ini menyebabkan berlakunya prasangka dan diskriminasi di antara golongan tertentu di dalam dunia. Walau bagaimanapun, pengertian ini telah disangkal oleh Encyclopedia of Religion. Sebaliknya menurut Encyclopedia of Religion (Volume 12:184), manusia tidak sepatutnya di kelaskan mengikut ras. Manusia adalah dalam satu kelas yang sama dan setara. Tiada manusia yang lebih baik atau lebih handal dari yang lain semata-mata kerana perbezaan warna kulit, rupa bentuk dan sebagainya.
Pada hakikatnya, ras memang sukar untuk didefinasikan dengan jelas dan tepat kerana telah berlaku campur aduk golongan yang tulen disebabkan migrasi dan perkahwinan campur. Ramai ahli sosiologi turut bersetuju dengan pendapat sedemikian. Contohnya, Van den Berghe (1967), berpendapat bahawa istilah ras itu mengelirukan kerana ianya mempunyai empat pengertian utama.
1. Ras digunakan sebagai satu konsep biologi untuk membezakan manusia atas dasar perbezaan "phenotype" dan "genotype". Walau bagaimanapun, tiada sebarang persetujuan yang dicapai oleh ahli antropologi dan sosiologi dan kebelakangan ini pengertian ini telah pun ditolak oleh sebahagian besar pakar sains sosial.
ii) Ras juga digunakan untuk memperihalkan suatu kelompok manusia yang mempunyai beberapa ciri kebudayaan yang sama seperti bahasa dan agama (Misalan: ras Peranchis dan ras Yahudi).
iii) Ras juga digunakan secara longgar sebagai erti sekata dengan perkataan spesis (species). (Misalan: ras manusia).
iv) Ras juga digunakan untuk merujuk kepada suatu kelompok manusia yang menganggap diri atau dianggap oleh kelompok lain sebagai berbeza daripada kelompok-kelompok mereka atas dasar perbezaan fizikal yang tidak dapat diubah.
Namun begitu, Van den Berghe menegaskan bahawa hanya pengertian keempat sahaja sesuai digunakan dalam konteks sains sosial.
Etnik (ethnic) pula tidak dipengaruhi oleh faktor biologi tetapi ianya merujuk kepada golongan yang berkongsi budaya yang diwarisi (Macionis, 1998:215). Golongan dari etnik yang sama akan mempunyai kesamaan dari segi asal-usul, bahasa dan agama. Sebagai contoh, di bekas negara Yugoslavia, etnik Serb, Croatia dan Bosnia secara fizikalnya adalah sama (sama ras) tetapi mereka berbeza dari segi budaya, bahasa dan agama. Pada dasarnya ras dan etnik adalah hampir sama dari segi pengertian dan bagi mengelakkan kekeliruan, konsep "kelompok etnik" digunakan bagi merujuk kepada golongan-golongan yang berbeza dari segi kebudayaan, kepercayaan, adat resam, bahasa, agama dan sebagainya.
Walau bagaimanapun, dari segi amalan perbezaan di antara konsep ras dan etnik kadang-kala menjadi kabur dan kedua-duanya digunakan secara saling-ganti seperti di Malaysia, di mana kelompok-kelompok Melayu, Cina dan India yang sepatutnya dikenali sebagai kelompok-kelompok etnik juga dipanggil kelompok-kelompok ras dalam keadaan tertentu.
Mendalami Konsep Rasisme
Prasangka atau prejudis (prejudice) merupakan akar-umbi segala bentuk rasisme. Prasangka adalah satu pandangan yang buruk terhadap individu atau kelompok manusia lain dengan hanya merujuk kepada ciri-ciri tertentu seperti ras, agama, pekerjaan, jantina atau kelas (Macionis, 1998). Sebagai contoh, kaum kulit hitam dianggap kurang dari segi intelektual dan kekayaan.
Kebiasaannya, prasangka timbul akibat penilaian awal (prejudgement) yang dibentuk tidak dirujuk dengan tinjauan terhadap fakta-fakta yang sebenar. Perasaan prasangka sering kali dijadikan alat oleh golongan majoriti untuk menindas golongan minoriti. Walau bagaimanapun, ia tidak bererti bahawa golongan minoriti yang tertekan tidak mempunyai prasangka terhadap anggota majoriti atau kelompok lain - Teori Scapegoat (Dollard, 1939).
Kesan dari prasangka yang semakin menebal, lama-kelama ncian secara membuta-tuli tanpa sebab dan dikaitkan dengan perasaan cemburu dan prasangka (Oliver, 1976). Rasisme sering dikaitkan dengan keganasan dan kemusnahan. Kes "pembersihan etnik" (ethnic cleansing) yang terjadi pada kaum Yahudi semasa pemerintahan Hitler merupakan contoh terbaik, di mana rasisme telah mengakibatkan beribu-ribu keturunan Yahudi menjadi mangsa dalam tindakan untuk menonjolkan kaum Jerman sebagai kaum terunggul (Macionis, 1998:223).
Rasisme merupakan suatu masalah rumit yang dihadapi oleh dunia. Beberapa percubaan telah dibuat untuk menerangkan asal-usul fenomena ini. Ahli psikologi cuba untuk mencari punca rasisme dari personaliti individu, dan dikaitkan dengan soal kecewaan atau authoritarian personality (penguasaan individu dominan ke atas yang lemah) (Macionis, 1998:48). Bagi ahli sosiologi yang berhaluan Marxis pula, rasisme lebih merupakan sebahagian dari ideologi kaum Bourgeasie (golongan kelas atasan) untuk mempertahankan eksploitasi dan penindasan ke atas kaum bukan kulit putih dalam zaman penjajahan, perhambaan dan imperialisme (Macionis, 1998:220).
Walau bagaimanapun, dua syarat perlu dipenuhi sebelum masalah rasisme wujud. Syarat yang pertama ialah kewujudan dua atau lebih kelompok yang berbeza dari segi fizikal supaya mereka dapat dibahagikan ke dalam beberapa kategori. Kedua, kelompok-kelompok tadi perlu juga berbeza dari segi kebudayaan dan berada dalam keadaan ketidaksamaan yang institutionalized (Ting Chew Peh, 1983:91).
Kesan-Kesan Sentimen Perkauman/Rasisme
Sifat perkauman jika dibiarkan berterusan boleh mengancam kestabilan politik dan keamanan negara. Negara kita juga pernah mengalami peristiwa berdarah akibat dari rusuhan kaum dalam peristiwa 13 Mei 1969, sehinggakan keadaan darurat terpaksa diisytiharkan di seluruh negara kita. Konflik ras juga boleh mengakibatkan pengasingan kumpulan-kumpulan tertentu dari segi pelajaran, perumahan dan pekerjaan.
Kaum-kaum minoriti yang tertindas akan tersisih dari segi kawasan perumahan, peluang pendidikan dan pekerjaan. Terdapat juga kaum-kaum yang tinggal jauh dari kemajuan sebagai contoh kaum Negro, ramai daripada mereka yang masih tinggal di kawasan-kawasan mundur yang dikenali sebagai ghettoes, puak asli di Australia dan kaum kulit hitam di Afrika Selatan. Rasisme juga boleh mengakibatkan keganasan dan pembunuhan secara besar-besaran seperti yang telah berlaku ke atas kaum Yahudi di Jerman semasa pemerintahan Hitler.
Konflik Etnik Dan Ras Di Amerika Syarikat
Di Amerika Syarikat, diskriminasi ras mempunyai hubungan yang rapat dengan sistem perhambaan yang wujud di negara itu pada kurun ke-18 dan ke-19. Walaupun perhambaan telah dihapuskan, tetapi tidak bererti ketidaksamaan di antara kaum telah dihapuskan. Sehingga kini, masyarakat Amerika umumnya masih menuntut ke arah pembentukan "American Creed" (cita-cita kebangsaan Amerika untuk mencapai kesamaan, demokrasi, kebebasan, keadilan dan lain-lain) dan mengecam sebarang bentuk diskriminasi dan prasangka ras dalam sebarang bentuk.
Sungguhpun kesamarataan hak di antara kaum kulit putih dengan kaum kulit hitam pernah diperjuangkan oleh Dr. Martin Luther King pada awal sejarah Amerika Syarikat, namun rusuhan kaum di Los Angeles pada tahun 1992 telah membuktikan kepada dunia bahawa walaupun setelah lebih daripada dua abad Amerika Syarikat mencapai kemerdekaan, namun hubungan antara ras masih begitu rapuh.
Peristiwa hitam 1992 tercetus akibat daripada kes kekasaran ke atas Rodney King oleh dua anggota polis kaum kulit putih, ia telah menyebabkan kemarahan kaum kulit hitam (Associated Press, 3 Mac. 1998). Ekoran daripada itu, rusuhan kaum telah dilancarkan secara besar-besaran di seluruh bandaraya Los Angeles. Seluruh bandaraya Los Angeles menjadi lumpuh akibat daripada rusuhan pada ketika itu. Namun, tidak banyak yang berubah sejak itu. Sentimen kebencian masih menebal di antara ras dan etnik.
Pada hakikatnya, diskriminasi dan prasangka atas dasar warna kulit nyata masih berterusan di Amerika Syarikat. Sungguhpun wujudnya idea mengenai individualisme (individualisme) dan kebebasan hak, masyarakat Amerika rata-rata masih menilai kemampuan seseorang mengikut kaum, etnik dan kelas sosial. Kaum kulit putih diletakkan pada status yang lebih tinggi berbanding kaum lain. Hak kaum bukan kulit putih dalam soal pembahagian kawasan perumahan, peluang pelajaran dan pekerjaan masih dipertikaikan. Permodenan dan pembangunan ekonomi secara dasarnya tidak memanafaatkan kaum kulit hitam. Ramai antara mereka masih tinggal di kawasan-kawasan mundur yang dikenali sebagai "ghettoes".
Konflik ras dan etnik di Amerika Syarikat juga dipengaruhi oleh fenomena "Hate crime" iaitu jenayah yang bermotifkan unsur perkauman terhadap seseorang atau harta bendanya (Macionis, 1998: 141). Ini dapat dilihat dalam kes pembunuhan James Byrd Jr. di Texas baru-baru ini. Dalam kes tersebut, James, seorang kaum kulit hitam telah diikat pada trak dan diheret sehingga mati oleh sekumpulan kaum kulit putih yang dipercayai anti kaum kulit hitam (New Strait Times, 11 Jun. 1998).
Di Amerika Syarikat, media penyebaran juga mempunyai kesan yang mendalam terhadap konflik ras dan etnik. Sering kali isu ketidakpuasan individu atau segelintir masyarakat diperbesar-besarkan serta dikaitkan dengan politik dan perkauman sehinggakan mewujudkan ketegangan antara kaum atau etnik.
Ini dapat dilihat dalam kes pembunuhan terhadap O. J. Simpson, di mana perbicaraan ini telah mendapat liputan meluas media penyebaran (Macionis, 1998:220). Keputusan mahkamah telah dicabar dan didakwa berat sebelah dalam menjatuhkan hukuman kepada kaum kulit hitam. Isu individu dalam soal ini telah dikaitkan dengan ketidakadilan terhadap kaum kulit hitam.
Konflik Etnik Dan Ras Di Asia Tenggara
Di Asia Tenggara, corak diskriminasi yang berlaku berbeza dari keadaan di Amerika Syarikat, Britain atau Afrika Selatan dalam dua aspek yang berlainan. Masalah ras di Amerika Syarikat, Britain dan Afrika Selatan kebanyakannya melibatkan hubungan kaum kulit putih dengan kaum kulit hitam yang lebih, berasaskan kepada perbezaan fizikal, sedangkan situasi di Asia Tenggara biasanya melibatkan isu perbezaan etnik dan kebudayaan.
Di Malaysia
Isu perkauman memang tidak dapat dielakkan apabila terdapat golongan atau kumpulan manusia yang mempunyai beberapa ciri kesamaan seperti biologi atau budaya cuba mempertahankan golongan masing-masing dan pada masa yang sama menindas kaum lain. Banyak organisasi politik dan sosial di negare kita dibentuk berasaskan kepada garis perkauman atau etnik.
Organisasi sedemikian hanya memperjuangkan kepentingan dan merebut hak-hak yang dirasakan perlu tanpa memikirkan kepentingan golongan lain, keharmoni dan kesejahteraan negara. Negara kita juga pernah mengalami peristiwa berdarah akibat dari rusuhan kaum dalam peristiwa 13 Mei 1969, sehinggakan keadaan darurat terpaksa diisytiharkan di seluruh negara kita. Konflik ras juga boleh mengakibatkan pengasingan kumpulan-kumpulan tertentu dari segi pelajaran, perumahan dan pekerjaan.
Organisasi-organisasi yang demikian akan bersaing untuk mendapatkan sokongan seluas mungkin dari kumpulan etnik masing-masing dengan menggunakan beberapa faktor penting seperti persamaan bahasa, agama, ras atau pengenalan etnik. Apabila kepercayaan dan tindakan demikian meluas dalam masyarakat, sudah tentu ia akan dapat mempengaruhi dan kadang-kadang menentukan perkembangan politik dalam sesebuah negara.
Kesan penjajahan merupakan faktor utama punca konflik etnik dan ras di Malaysia. Walaupun Malaysia telah mencapai kemerdekaannya selama 40 tahun, tetapi kesan penjajahan British masih segar di minda setiap rakyat. Dasar pemeritahan British bercorak pecah dan perintah telah mengasingkan tiga golongan utama bangsa di Malaysia iaitu golongan Melayu. Cina dan India.
Dasar kolonial mengenai imigrasi, pelajaran, pentadbiran, ekonomi, tanah, bahasa dan kebudayaan telah meninggalkan kesan yang berpanjangan sehingga sekarang. Dasar imigrasinya yang bebas telah mengubah sama sekali komposisi penduduk di negara ini. Dasar ekonominya pula telah menyebabkan timbul pengkhususan ekonomi mengikut etnik dan pengasingan tempat tinggal di kalangan mereka akibat dari kegiatan ekonomi yang berlainan.
Penjajah Inggeris tidak menjadikan pendidikan sebagai alat penting untuk menyatupadukan rakyat yang berbagai etnik itu. Malah apa yang dilakukan ialah mementingkan pendidikan bahasa Inggeris kepada segelintir rakyat khususnya golongan yang berada demi kepentingan pentadbirannya. Sedangkan pendidikan Melayu dilakukan secara melepaskan batuk di tangga sahaja. Pendidikan untuk orang-orang bukan Melayu tidak dipedulikan langsung.
Oleh sebab itu, orang-orang Cina dan India terpaksa mengendalikan sekolah mereka sendiri dan menanggung perbelanjaan sendiri. Perkembangan pendidikan yang tidak terkawal ketika itu akhirnya menimbulkan sikap dan orientasi politik yang berbeza. Di samping itu, melalui dasar dan pentadbirannya pula, Inggeris telah meninggalkan kesan psikologi yang meluas di kalangan rakyat dengan menanam prasangka dan stereotaip di kalangan mereka.
Penjajah Inggeris akhirnya berjaya mempengaruhi sikap orang yang dijajahnya itu supaya menghormati dan menyanjung tinggi mereka sebagai kumpulan yang lebih tinggi daripada kumpulan-kumpulan ras yang lain pada ketika itu. Sebaliknya pula, terdapat banyak prasangka dan stereotaip negatif yang memandang rendah dan hina di kalangan berbagai kumpulan ras. Hal ini bukan sahaja menghalang wujudnya kerjasama dan persefahaman di kalangan mereka tetapi juga boleh menimbulkan syak wasangka dan perasaan benci menbenci di kalangan mereka. Semua kesan ini sukar untuk dikikis habis-habisan biarpun kita telah lama bebas dari belenggu penjajahan British.
Di Indonesia
Masalah politik dan ekonomi sesebuah negara akan menjadi kayu pengukur kepada keamanannya. Jelas sekali sewaktu keadaan ekonomi di Indonesia mengalami masalah dengan kejatuhan nilai mata wang rupiah. Maka timbulkan masalah konflik etnik yang serious di Indonesia. Politik perkauman yang telah wujud di kalangan-kalangan etnik boleh menjadi punca kepada konflik etnik ini. Dasar kerajaan yang melihat masalah politik dan ekonomi di negara ini sebagai masalah ethik.
Ketidakseimbangan ekonomi di kalangan rakyatnya menjadi punca utama penyebab konflik ini. Ini dapat dilihat dengan timbulnya golongan perniagaan dan perusahaan yang tidak sama besar antara kaum, maka ketidak wujudnya perseimbangan ekonomi di kalangan rakyat boleh membawa kepada masalah etnik. Masalah kepincangan ekonomi di kalangan rakyat ini sebagai masalah keturunan atau masalah kumpulan etnik. Boleh dikatakan bahawa masalah ekonomi dan politik memberi kesan yang mendalam kepada keamanan sesebuah negara.
Dasar-dasar kerajaan yang mengutamakan kepentingan kumpulan etnik tertentu dan mengabaikan kepentingan kumpulan etnik lain bukan saja tidak akan berjaya menimbulkan keseimbangan ekonomi di antara kumpulan etnik itu, tetapi tidak akan berjaya mewujudkan persefahaman dan perpaduan yang tulen di kalangan rakyatnya. Sebaliknya dasar yang demikian akan melebarkan lagi jurang perbezaan ekonomi di antara kumpulan etnik itu dan seterusnya akan menimbulkan pula jurang ekonomi dalam tiap-tiap kumpulan etnik itu sendiri.
Dasar perjuangan parti-parti politik perkauman yang lebih mengutamakan perjuangan untuk kepentingan satu-satu kumpulan etnik tertentu daripada kepentingan negara dan rakyat secara umunnya. Keadaan ini telah menyebabkan perpaduan dan persefahaman di kalangan rakyat yang berbagai etnik gagal mencapai tujuannya.
Kecenderungan mahu mengasingkan dan memisahkan rakyat mengikut garis etnik itu sebenarnya lebih kuat daripada kecenderungan yang mahu menyatupadukan mereka. Keadaan ini menimbulkan perasaan tidak puas hati, curiga mencurigai dan permusuhan di kalangan kumpulan etnik berterusan dan mengugat keamanan.
Konflik di antara kumpulan etnik di Indonesia bukan berpunca dari faktor keturunan atau fizikal tetapi berpunca dari faktor politik, ekonomi dan kebudayaan. Ketiga-tiga faktor ini menarik kumpulan-kumpulan tersebut ke arah yang berlainan dan mendorong mereka membentuk kumpulan-kumpulan berdasarkan kepada garis etnik. Dengan demikian maka kerenggangan dan pengasingan yang sedia wujud di kalangan mereka itu akan bertambah kritikal lagi. Selanjutnya perbezaan-perbezaan ini boleh menimbulkan perbezaan dalam kepentingan, nilai dan penentangan dalam cita-cita.
Manifestasi perbezaan kelas dalam tiap-tiap kumpulan etnik itu juga boleh menyebabkan berlakunya konflik. Tiap-tiap kumpulan etnik itu mempunyai kedudukan yang berbeza-beza berdasarkan kepada kelas ekonomi dan status sosial mereka. Penggolongan diri mereka ke dalam kelas-kelas yang berbeza ini boleh menimbulkan masalah etnik.
Konflik Etnik Dan Ras Di Negara-negara Balkan
Senario di negara-negara Balkan adalah amat berbeza dan kompleks. Kemelut di negara-negara Balkan diselubungi oleh pelbagai faktor yang berkaitan dengan sejarah, struktur etnik dan prasangka. Salah satu punca berlakunya konflik di bekas negara Yugoslavia adalah kepelbagaian budaya (cultural diversity) yang ketara dan kewujudan usaha pemeliharaan status quo di kalangan etnik.
Bayangkanlah dalam sebuah negara yang kecil, terdapat tiga jenis agama, empat jenis bahasa ibunda dan saling terpengaruh dengan budaya dari tujuh buah negara sempadan yang lain, tetapi malangnya mempunyai lima jenis kerakyatan dalam pembahagian enam wilayah autonomi (Slovenia, Croatia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro, Macedonia dan Serbia) (Macionis, 1998:44)
Konflik etnik di Yugoslavia berlaku selepas kejatuhan regim komunis pada tahun 1980. Kesempatan ini telah memperlihatkan tiga kelompok etnik utama iaitu Serb, Croat dan Muslim terheret dalam kancah pertempuran pada awal 1990an. Kaum Serb merupakan kaum dominan dari segi politik dan ketenteraan. Mereka wujud sebagai kaum majoriti di Serbia dan Montenegro, tetapi juga wujud sebagai kaum minoriti di Croatia dan Bosnia. Konflik di negara Balkan bermula pada 25 Jun 1991, apabila wilayah Slovenia dan Croatia mengisytiharkan kemerdekaan.
Walaupun mendapat pengikhtirafan antarabangsa, tindakan Slovenia dan Croatia segera mendapat reaksi dari kaum Serb di Serbia dengan penghantaran tentera bagi menyekat kemerdekaan di kedua-dua wilayah tersebut. Kemerdekaan Slovenia berjalan lancar dan tidak mendapat tentangan hebat dari pihak Serb kerana tidak mempunyai kaum minoriti Serb. Croatia sebaliknya terpaksa mempertahankan wilayahnya dari tentangan kaum minoriti Serb di bumi mereka dan juga tentera persekutuan Serbia.
Pergerakan menuntut kemerdekaan di wilayah jiran turut memaksa Bosnia-Herzegovina menuntut kemerdekaan pada 7 April, 1992 selepas suatu pungutan suara. Tindakan parlimen Bosnia ternyata gagal mengambil kira tahap kepekaan di kalangan etniknya. Struktur etnik wilayah Bosnia yang terdiri daripada gabungan kaum Muslim, Serb dan Croat telah terdedah kepada bahaya pertumpahan darah yang bakal menanti (Fogelquist, 1995).
Selain dari tidak terkecuali dari tentangan pihak Serbia, kedudukan geografi turut menyebabkan Bosnia secara tidak tidak langsung terheret dalam pertem ejarah penubuhan republik Yugoslavia. Bermula dengan zaman penaklukan oleh Empayar Rom, zaman kebangkitan Islam oleh Empayar Ottoman, dan kedua-dua Perang Dunia, kebencian dan rasa tidak puas hati sememangnya tersemat di jiwa setiap etnik. Walau bagaimanapun, cengkaman politik oleh diktator Josip Broz Tito semasa pemerintahan komunis telah berjaya menangkis sebarang konflik etnik (Reidlmayer, 1993).
Konflik di Balkan juga berpunca dari pemimpin yang mementingkan kekuasaan. Selepas kejatuhan fahaman Sosialis, muncul pemimpin radikal Serbia, Slobodan Miloshevich yang melaung-laungkan agenda "nartional question". Agenda tersebut bercita-cita untuk menyatupadukan kaum Serb di Serbia dalam sebuah negara yang bebas dari kaum bukan Serb (Reidlmayer, 1993). Akibatnya, kaum minoriti Albania di wilayah Kosovo diusir dari bumi Serbia. Melalui kempen "pembersihan etnik" (ethnic cleansing), kaum Bosnia telah dibunuh, dirompak, diusir dari kampung halaman, wanita-wanita Bosnia dirogol, manakala lelaki pula ditahan serta diseksa di kem-kem tahanan.
Selain daripada itu, wujud juga ketidakadilan pembahagian sosio-ekonomi. Miloshevich berusaha untuk memperluaskan pengaruh kaum Serb dari segi pendidikan, ekonomi, ketenteraan dan politik di seluruh Yugoslavia. Akhir sekali, konflik Bosnia juga memperlihatkan kegagalan Pertubuhan Bangsa-bangsa Bersatu (PBB) dalam misi keamanan di Yugoslavia.
Sekatan senjatan dan ekonomi yang dipengaruhi oleh kuasa-kuasa Barat seperti Amerika Syarikat dan Kesatuan Eropah (EU), ternyata berbelah bagi dan memihak kepada Serbia serta mengeruhkan lagi konflik etnik di Yugoslavia (Fogelquist, 1995).
Konflik Etnik Dan Ras Di Lain-lain negara
Konflik Etnik Dan Ras Di Britain
Di Britain juga tidak lepas dari masalah diskriminasi walaupun kaum pendatang di Britain (yang terdiri dari penduduk yang berasal dari Hindi Barat, India, Pakistan dan lain-lain) tidak melebihi dari dua peratus dari jumlah penduduknya. Walaupun diskriminasi ras diharamkan di sisi undang-undang, bentuk-bentuk diskriminasi yang tidak rasmi masih berlaku, terutama sekali dalam segi pembahagian pekerjaan dan perumahan.
Konflik Etnik Dan Ras Di Afrika Selatan
Diskriminasi ras melalui Dasar Apartheid yang telah dimansuhkan pada tahun 1994 di Afrika Selatan, memperlihatkan bagaimana kaum kulit putih yang juga kaum pemerintah melakukan berbagai-bagai jenis penindasan dan eksploitasi ke atas kaum bukan kulit putih (Frederickson, 1981).
Berbeza dari keadaan di kalangan masyarakat lain seperti Amerika Syarikat dan Britain, di mana diskriminasi dan prasangka diharamkan oleh pemerintah. Di Afrika Selatan, diskriminasi adalah disokong oleh pihak pemerintah melalui undang-undangnya. Diskriminasi dan rasisme telah menjadi satu amalan hidup.
Dalam Dasar Apartheid, kaum bukan kulit putih dianggap sebagai inferior atau lebih rendah dan diberi layanan kelas kedua dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Semua bentuk diskriminasi adalah sah dari segi undang-undang dan undang-undang telah disalahgunakan oleh pihak pemerintah (kaum kulit putih) untuk memastikan kekuasaan mereka ke atas kaum majoriti iaitu kaum kulit hitam.
Konflik Etnik Dan Ras Di Rwanda
Konflik etnik dan ras di Rwanda pula melibatkan kaum minoriti Tutsi dengan kaum majoriti Hutu. Konflik di Rwanda adalah bersangkut-paut dengan faktor kolonialisme. Semasa zaman penjajahan Jerman dan Belgium, kaum minoriti Tutsi telah diberikan peluang pendidikan dan diserapkan dalam pentadbiran. Ketidakadilan pembahagian sosio ekonomi yang dipraktikkan oleh penjajah telah meninggalkan kesan yang mendalam dalam hubungan antara kelompok etnik. Kaum Hutu nyata ketinggalan jauh dari segi pembangunan dan sentiasa diketepikan oleh penjajah.
Pada tahun 1961, kaum minoriti Tutsi telah memenangi pilihanraya dan memegang tunggak kepimpinan negara Rwanda. Keadaan ini telah mendapat bantahan dari pihak kaum majoriti Hutu. Akbibatnya, konflik etnik tercetus dan hampir sejuta rakyat tempatan terkorban (Neil Weiner, 1994). Seluruh negara Rwanda berada dalam kancak peperangan dengan pembunuhan antara kaum Tutsi dengan Hutu.
Konflik Etnik Dan Ras Di Indo-China
Konflik di negara-negara Indo-China seperti Kampuchea dan Laos pula adalah disebabkan oleh perebutan kuasa. Dalam tempoh 1975 hingga 1979 sahaja, lebih daripada 2 juta rakyat Kemboja terkorban di bawah pemerintahan pemimpin Khmer Rouge, Pol Pot (Macionis, 1998: 223). Pertempuran ini juga merebak ke Laos dan pertempuran yang bermula sejak tahun 1975 oleh pihak kerajaan komunis, telah meragut nyawa seramai 300,000 orang (Pobzeb, 1997). Konflik di negara-negara Indo-China lebih merupakan jenayah kemanusiaan, di mana rakyat jelata yang tidak berdosa telah dijadikan mangsa dalam usaha penyebaran ideologi komunis.
Faktor-faktor Konflik Etnik Dan Ras
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan atau membawa kepada berlakunya konflik etnik dan ras, faktor-faktor konflik ini tidak sama dari satu negara dengan negara lain. Terdapat beberapa faktor yang utama yang mendorong kepada berlakunya masalah etnik dan ras ini :-
1. Perebutan kuasa di antara kelompok-kelompok atau kumpulan etnik. Dari aspek politik dan ekonomi, perubahan politik dan perkembangan ekonomi yang mencetuskan banyak peluang baru yang menguntungkan telah memperhebatkan lagi persaingan di antara kumpulan-kumpulan masyarakat. Setiap kelompok atau kumpulan akan berusaha untuk mendapatkan sokongan padu daripada kumpulan masing-masing untuk memastikan kejayaan dan keberkesanan persaingan itu. Keadaan ini boleh mewujudkan konflik kerana terdapat penonjolan berbagai-bagai isu perkauman yang diutarakan untuk memenangi persaingan. Apabila pilihanraya diadakan sudah tentu masyarakat majoriti akan mengalahkan masyarakat minoriti. Apabila ini berlaku sudah tentulah wujudnya penindasan. Ini boleh menyebabkan atau mendorong kepada berlakunya perasaan tidak puashati dan mungkin boleh menyebabkan ketegangan di kalangan masyarakat atau kelompok-kelompok.Apabila kestabilan ekonomi tergugat, maka masalah atau konflik akan bertambah hebat.
2. Diskriminasi dan prasangka atas dasar warna kulit nyata merupakan faktor yang utama pendorong berlakunya konflik etnik dan ras. Terdapat sesetengah masyarakat negara-negara tertentu masih menilai kemampuan seseorang mengikut kaum, etnik dan kelas sosial. Ada kaum-kaum tertentu diletakkan pada status yang lebih tinggi berbanding kaum lain. Hak kaum lain yang status lebih rendah dalam soal pembahagian kawasan perumahan, peluang pelajaran dan pekerjaan masih dipertikaikan. Permodenan dan pembangunan ekonomi secara dasarnya tidak memanafaatkan kaum yang berstatus rendah ini.
3. Layanan atau pandangan yang berbeza-beza diberikan oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok yang lain. Konflik akan hanya wujud apabila mereka memandang dan menganggap bahawa perbezaan ras, kebudayaan, agama, kelas sosial atau lain-lain lagi sebagai sesuatu yang boleh membezakan taraf, kedudukan dan sebagainya. Ini terletak pada pandangan mereka sendiri. Ia juga boleh disebut sebagai diskriminasi. Andainya wujud hak kesamarataan atau beranggapan bahawa semua ahli masyarakat adalah sama maka tidak akan wujud konflik . Ini dapat dilihat dari perspektif "transcendentalisme" di mana sifat murni diri perlu wujud agar terhindar konflik etnik dan ras.
4. Penubuhan organisasi demikian bukan sahaja menghadkan keanggotaannya kepada anggota dari kumpulan etnik tertentu tetapi juga bertujuan untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan kumpulan yang diwakilinya. Dengan wujudnya begitu banyak organisasi yang berasaskan etnik dan ras, jelas menunjukkan betapa besarnya pengaruh perasaan perkauman itu di kalangan masyarakat. Kegiatan dan perjuangan organisasi-organisasi demikian boleh mendorong kepada peningkatan darjah polarisasi etnik dan ras.
5. Salah satu punca berlakunya konflik adalah kepelbagaian budaya (cultural diversity) yang ketara dan kewujudan usaha pemeliharaan status quo di kalangan etnik, tetapi tidak diterapkan unsur-unsur integrasi nasional.
6. Golongan elit seringkali memperalatkan perasaan perkauman ini untuk mencapai tujuan politik mereka dengan menggunakan isu-isu sensitif perkauman. Perasaan perkauman itu dijadikan mekanisma bagi memperkuatkan persaingan atau perebutan kuasa di kalangan mereka. Golongan elit ini juga seringkali akan menggunakan media massa samada surat khabar ataupun media elektronik untuk menyebarkan tuntutan atau isu-isu yang mereka timbulkan itu.
Langkah-Langkah Mengatasi Konflik etnik dan Ras
Konflik etnik dan ras ini tidak akan menguntungkan sesebuah negara itu mahupun rakyatnya. Ramai rakyat yang tidak berdosa telah terkorban dan banyak harta yang musnah. Malah ia membawa kerugian dan pengalaman pahit kepada rakyat di negara yang berlakunya masalah konflik etnik dan ras.
Konflik etnik dan ras di sesebuah negara boleh di atasi dengan beberapa langkah dan strategi untuk mempastikan peristiwa yang sedemikian rupa tidak akan terjadi.
Di antara langkah-langkah penting yang perlu dilakukan dengan membasmi kemiskinan tanpa mengira perbezaan etnik dan ras. Sesebuah masyarakat perlu dibuat penyusunan semula untuk memperbaiki ketidakseimbangan ekonomi di antara kumpulan etnik dan menghapuskan pengenalan etnik dengan kegiatan ekonomi dan kawasan tempat tinggal. Dalam masyarakat tersebut kepentingan umum akan lebih diutamakan daripada kepentingan kaum atau kumpulan-kumpulan yang tertentu.
Kebebasan dan hak-hak asasi individu dalam sesebuah negara akan dijamin dalam perlembagaannya. Dengan ini satu masyarakat adil dapat dilahirkan, semua rakyatnya mempunyai peluang yang sama untuk menikmati kemakmuran negara mereka, kekayaan negara pula akan diagihkan secara saksama dan tidak akan dibenarkan berlaku pemerasan manusia oleh manusia. Organisasi politik yang berasaskan kepada kepentingan etnik perlu dihapuskan dan mewujudkan percampuran di antara etnik-etnik untuk mewujudkan sebuah organisasi yang sependapat.
Sistem pendidikan juga boleh memainkan peranan yang berkesan untuk menjamin keamanan sesebuah negara yang mempunyai pelbagai golongan etnik dan ras. sistem pendidikan ini boleh menjadi agen sosialisasi bagi memupuk keperibadian dan kesedaran bersama di kalangan rakyat negara-negara yang terlibat.
Melalui pendidikan jugalah sesebuah negara itu dapat melahirkan perpaduan dan persefahaman antara golongan etnik dan ras. Sikap dan pemikiran perkauman di kalangan pelajar-pelajarnya dapat dikikis dan dihapuskan dengan pendidikan yang berkesan .
Sebilangan besar parti-parti politik yang berasaskan kepada perjuangan kepentingan kumpulan etnik masing-masing perlu dibawa bersama ke dalam satu ikatan politik yang lebih besar. Pembentukan politik campuran ini menyenangkan sesebuah kerajaan dalam proses pembentukan bangsa yang bersatu. Setiap permasalah yang timbul dalam kumpulan-kumpulan etnik boleh dibawa berbincang. Politik campuran ini boleh mencari jalan penyelesaian dalam keadaan berlakunya konflik.
Walaupun semua rakyat inginkan perpaduan tetapi masing-masing mempunyai tanggapan dan cara yang berlainan. Oleh itu, perbezaan pendapat tentang cara dan pendekatan untuk mencapai perpaduan itu sentiasa wujud. Perbezaan pandangan ini timbul kerana dipengaruhi oleh keadaan realiti politik dan masyarakat itu sendiri.
Kesimpulan
Dalam perbincangan ini kami cuba mengemukakan faktor-faktor yang boleh menyebabkan berlakunya konflik etnik dan ras di negara-negara Balkan, USA dan Asia Tenggara. Kesimpulan yang dapat kami perkatakan dalam berlakunya konflik etnik dan ras ini terdapat persamaan satu negara dengan negara lain. Cuma ada negara-negara tertentu mempunyai sejarah tersendiri yang boleh menyebabkan konflik ini berlaku.
Konflik etnik dan ras adalah masalah yang kompleks. Masalah ini muncul dari keadaan sejarah masyarakat dan berkait rapat dengan aspek politik, ekonomi dan sosial masyarakat. Dari segi politik, masalah ras tidak dapat dipisahkan dari keadaan majoriti dan minoriti. Bagi ekonomi pula, apabila keadaan ekonomi tidak seimbang akan memperhebatkan masalah ras atau perkauman. Perbezaan kebudayaan, bahasa, agama dan nilai juga boleh merumitkan lagi masalah ras.
Walaupun semua manusia inginkan perpaduan tetapi masing-masing mempunyai tanggapan dan cara yang berlainan. Oleh itu, perbezaan pendapat tentang cara dan pendekatan untuk mencapai perpaduan itu sentiasa wujud. Perbezaan pandangan ini timbul kerana dipengaruhi oleh keadaan realiti politik dan masyarakat itu sendiri. Sejarah telah banyak membuktikan kepada kita bahawa konflik etnik dan ras cuma akan membawa lebih banyak kesan-kesan negatifnya sahaja. Terpulanglah kepada rakyat di sesebuah negara untuk membuat pilihan yang bijak agar peristiwa yang tidak diingini tidak berlaku.
Oleh kerana itu faktor-faktor yang bertanggungjawab bagi menyuburkan perasaan perkauman itu mestilah dibendung dan dikawal demi menjamin keamanan sesebuah negara itu .
RUJUKAN
Dollard, T., Frustration and Aggression, dalam Macionis, J.J., 1989. Society: The Basics, Prentice-Hall: New Jersey.
Fredrickson, G. M., White Supremacy: A Comparative Study in American and South African History, dalam Macionis, J.J., 1989. Society: The Basics, Prentice-Hall: New Jersey.
Fogerquist, A. F., 1995. How the War Started, UCLA.
Katz, Phyllis A., 1976. Towards The Elimination Of Racism, New York: Pergamon Press.
Macionis, J.J., 1989. Society: The Basics, Prentice-Hall: New Jersey.
Oliver C., 1976. Race Relations : Elements And Social Dynamics, Wayne State University Press: Detroit.
Riedlmayer, A., 1993. A Brief History of Bosnia-Herzegonia, Harvard University.
Sanusi Osman, 1989. Ikatan Etnik Dan Kelas Di Malaysia, Universiti Kebangsaan Malaysia: Bangi.
Ting Chew Peh, 1983. Konsep Asas Sosiologi, DBP: Kuala Lumpur.
Van den Berghe, 1967. Race and Racism, dalam Ting, C.P., 1983. Konsep Asas Sosiologi, DBP: Kuala Lumpur.
KERTAS KERJA SEMINAR PEMBANGUNAN & ISU-ISU GLOBAL (MTP 3012)
KONFLIK ETNIK DAN RAS
Pendahuluan
Konflik etnik dan ras merupakan cemuhan terhadap peradaban manusia. Kurniaan Tuhan supaya setiap kaum berbangga dengan keunikan fizikal masing-masing telah dijadikan punca perbalahan antara kaum. Sungguhpun konflik etnik dan ras telah pun wujud sejak awal kewujudan manusia, namun ia masih berlarutan sehingga hari ini. Pada hari ini, konflik etnik dan ras tetap wujud di setiap pelusuk dunia.
Ternyata, konflik yang berpunca dari ketidakadilan dan rasa tidak puas hati antara manusia disebabkan oleh perbezaan warna kulit dan budaya yang masih ketara. Konflik yang berlaku di negara-negara bekas Persekutuan Soviet, Eropah Timur, negara-negara Balkan, Palestin, negara Afrika seperti Rwanda, juga di negara maju seperti Amerika Syarikat dan baru-baru ini di negara jiran kita Indonesia telah membuktikan kepada manusia sejagat bahawa ketegangan suku kaum telah membawa kepada keganasan dan konfrontasi. Maka, timbullah persoalan samada konflik etnik dan ras akan berkesudahan?
Pengertian Terhadap Etnik dan Ras
Ras (Race) adalah kumpulan manusia yang terdiri daripada lelaki dan perempuan yang berkongsi ciri-ciri biologi tersendiri yang diwarisi, dan dapat dibezakan dengan jelas dalam masyarakat (Macionis, 1998:214). Pada suatu ketika dahulu, manusia pernah dibahagikan kepada kategori Caucasoid, Mongoloid, Negroid dan Australoid dengan berdasarkan kepada perbezaan fizikal seperti warna kulit, warna rambut, rupa bentuk dan lain-lain.
Walau bagaimanapun pembahagian sedemikian adalah secara kasar sahaja kerana memang terdapat golongan yang sukar diklasifikasikan ke dalam mana-mana kumpulan ras. Ini adalah kerana manusia sentiasa bergerak, bersosial, berinteraksi dan perkahwinan campur sering berlaku di antara satu sama lain. Kesannya akan menghasilkan golongan baru yang mempunyai keturunan campuran yang tidak dapat digolongkan ke dalam mana-mana kumpulan ras.
Menurut Academic American Encyclopedia (Volume 16:37), ras boleh didefinasikan sebagai teori atau falsafah yang menyatakan seseorang mewarisi ciri-ciri seperti warna kulit, rupa bentuk, warna rambut, tingkat laku, kelakuan atau tahap intelektual. Pengertian sedemikian menyebabkan sesetengah manusia mengangggap kaum mereka adalah lebih unggul daripada kaum lain.
Penyalahgunaan konsep ras dalam konteks ini menyebabkan berlakunya prasangka dan diskriminasi di antara golongan tertentu di dalam dunia. Walau bagaimanapun, pengertian ini telah disangkal oleh Encyclopedia of Religion. Sebaliknya menurut Encyclopedia of Religion (Volume 12:184), manusia tidak sepatutnya di kelaskan mengikut ras. Manusia adalah dalam satu kelas yang sama dan setara. Tiada manusia yang lebih baik atau lebih handal dari yang lain semata-mata kerana perbezaan warna kulit, rupa bentuk dan sebagainya.
Pada hakikatnya, ras memang sukar untuk didefinasikan dengan jelas dan tepat kerana telah berlaku campur aduk golongan yang tulen disebabkan migrasi dan perkahwinan campur. Ramai ahli sosiologi turut bersetuju dengan pendapat sedemikian. Contohnya, Van den Berghe (1967), berpendapat bahawa istilah ras itu mengelirukan kerana ianya mempunyai empat pengertian utama.
1. Ras digunakan sebagai satu konsep biologi untuk membezakan manusia atas dasar perbezaan "phenotype" dan "genotype". Walau bagaimanapun, tiada sebarang persetujuan yang dicapai oleh ahli antropologi dan sosiologi dan kebelakangan ini pengertian ini telah pun ditolak oleh sebahagian besar pakar sains sosial.
ii) Ras juga digunakan untuk memperihalkan suatu kelompok manusia yang mempunyai beberapa ciri kebudayaan yang sama seperti bahasa dan agama (Misalan: ras Peranchis dan ras Yahudi).
iii) Ras juga digunakan secara longgar sebagai erti sekata dengan perkataan spesis (species). (Misalan: ras manusia).
iv) Ras juga digunakan untuk merujuk kepada suatu kelompok manusia yang menganggap diri atau dianggap oleh kelompok lain sebagai berbeza daripada kelompok-kelompok mereka atas dasar perbezaan fizikal yang tidak dapat diubah.
Namun begitu, Van den Berghe menegaskan bahawa hanya pengertian keempat sahaja sesuai digunakan dalam konteks sains sosial.
Etnik (ethnic) pula tidak dipengaruhi oleh faktor biologi tetapi ianya merujuk kepada golongan yang berkongsi budaya yang diwarisi (Macionis, 1998:215). Golongan dari etnik yang sama akan mempunyai kesamaan dari segi asal-usul, bahasa dan agama. Sebagai contoh, di bekas negara Yugoslavia, etnik Serb, Croatia dan Bosnia secara fizikalnya adalah sama (sama ras) tetapi mereka berbeza dari segi budaya, bahasa dan agama. Pada dasarnya ras dan etnik adalah hampir sama dari segi pengertian dan bagi mengelakkan kekeliruan, konsep "kelompok etnik" digunakan bagi merujuk kepada golongan-golongan yang berbeza dari segi kebudayaan, kepercayaan, adat resam, bahasa, agama dan sebagainya.
Walau bagaimanapun, dari segi amalan perbezaan di antara konsep ras dan etnik kadang-kala menjadi kabur dan kedua-duanya digunakan secara saling-ganti seperti di Malaysia, di mana kelompok-kelompok Melayu, Cina dan India yang sepatutnya dikenali sebagai kelompok-kelompok etnik juga dipanggil kelompok-kelompok ras dalam keadaan tertentu.
Mendalami Konsep Rasisme
Prasangka atau prejudis (prejudice) merupakan akar-umbi segala bentuk rasisme. Prasangka adalah satu pandangan yang buruk terhadap individu atau kelompok manusia lain dengan hanya merujuk kepada ciri-ciri tertentu seperti ras, agama, pekerjaan, jantina atau kelas (Macionis, 1998). Sebagai contoh, kaum kulit hitam dianggap kurang dari segi intelektual dan kekayaan.
Kebiasaannya, prasangka timbul akibat penilaian awal (prejudgement) yang dibentuk tidak dirujuk dengan tinjauan terhadap fakta-fakta yang sebenar. Perasaan prasangka sering kali dijadikan alat oleh golongan majoriti untuk menindas golongan minoriti. Walau bagaimanapun, ia tidak bererti bahawa golongan minoriti yang tertekan tidak mempunyai prasangka terhadap anggota majoriti atau kelompok lain - Teori Scapegoat (Dollard, 1939).
Kesan dari prasangka yang semakin menebal, lama-kelama ncian secara membuta-tuli tanpa sebab dan dikaitkan dengan perasaan cemburu dan prasangka (Oliver, 1976). Rasisme sering dikaitkan dengan keganasan dan kemusnahan. Kes "pembersihan etnik" (ethnic cleansing) yang terjadi pada kaum Yahudi semasa pemerintahan Hitler merupakan contoh terbaik, di mana rasisme telah mengakibatkan beribu-ribu keturunan Yahudi menjadi mangsa dalam tindakan untuk menonjolkan kaum Jerman sebagai kaum terunggul (Macionis, 1998:223).
Rasisme merupakan suatu masalah rumit yang dihadapi oleh dunia. Beberapa percubaan telah dibuat untuk menerangkan asal-usul fenomena ini. Ahli psikologi cuba untuk mencari punca rasisme dari personaliti individu, dan dikaitkan dengan soal kecewaan atau authoritarian personality (penguasaan individu dominan ke atas yang lemah) (Macionis, 1998:48). Bagi ahli sosiologi yang berhaluan Marxis pula, rasisme lebih merupakan sebahagian dari ideologi kaum Bourgeasie (golongan kelas atasan) untuk mempertahankan eksploitasi dan penindasan ke atas kaum bukan kulit putih dalam zaman penjajahan, perhambaan dan imperialisme (Macionis, 1998:220).
Walau bagaimanapun, dua syarat perlu dipenuhi sebelum masalah rasisme wujud. Syarat yang pertama ialah kewujudan dua atau lebih kelompok yang berbeza dari segi fizikal supaya mereka dapat dibahagikan ke dalam beberapa kategori. Kedua, kelompok-kelompok tadi perlu juga berbeza dari segi kebudayaan dan berada dalam keadaan ketidaksamaan yang institutionalized (Ting Chew Peh, 1983:91).
Kesan-Kesan Sentimen Perkauman/Rasisme
Sifat perkauman jika dibiarkan berterusan boleh mengancam kestabilan politik dan keamanan negara. Negara kita juga pernah mengalami peristiwa berdarah akibat dari rusuhan kaum dalam peristiwa 13 Mei 1969, sehinggakan keadaan darurat terpaksa diisytiharkan di seluruh negara kita. Konflik ras juga boleh mengakibatkan pengasingan kumpulan-kumpulan tertentu dari segi pelajaran, perumahan dan pekerjaan.
Kaum-kaum minoriti yang tertindas akan tersisih dari segi kawasan perumahan, peluang pendidikan dan pekerjaan. Terdapat juga kaum-kaum yang tinggal jauh dari kemajuan sebagai contoh kaum Negro, ramai daripada mereka yang masih tinggal di kawasan-kawasan mundur yang dikenali sebagai ghettoes, puak asli di Australia dan kaum kulit hitam di Afrika Selatan. Rasisme juga boleh mengakibatkan keganasan dan pembunuhan secara besar-besaran seperti yang telah berlaku ke atas kaum Yahudi di Jerman semasa pemerintahan Hitler.
Konflik Etnik Dan Ras Di Amerika Syarikat
Di Amerika Syarikat, diskriminasi ras mempunyai hubungan yang rapat dengan sistem perhambaan yang wujud di negara itu pada kurun ke-18 dan ke-19. Walaupun perhambaan telah dihapuskan, tetapi tidak bererti ketidaksamaan di antara kaum telah dihapuskan. Sehingga kini, masyarakat Amerika umumnya masih menuntut ke arah pembentukan "American Creed" (cita-cita kebangsaan Amerika untuk mencapai kesamaan, demokrasi, kebebasan, keadilan dan lain-lain) dan mengecam sebarang bentuk diskriminasi dan prasangka ras dalam sebarang bentuk.
Sungguhpun kesamarataan hak di antara kaum kulit putih dengan kaum kulit hitam pernah diperjuangkan oleh Dr. Martin Luther King pada awal sejarah Amerika Syarikat, namun rusuhan kaum di Los Angeles pada tahun 1992 telah membuktikan kepada dunia bahawa walaupun setelah lebih daripada dua abad Amerika Syarikat mencapai kemerdekaan, namun hubungan antara ras masih begitu rapuh.
Peristiwa hitam 1992 tercetus akibat daripada kes kekasaran ke atas Rodney King oleh dua anggota polis kaum kulit putih, ia telah menyebabkan kemarahan kaum kulit hitam (Associated Press, 3 Mac. 1998). Ekoran daripada itu, rusuhan kaum telah dilancarkan secara besar-besaran di seluruh bandaraya Los Angeles. Seluruh bandaraya Los Angeles menjadi lumpuh akibat daripada rusuhan pada ketika itu. Namun, tidak banyak yang berubah sejak itu. Sentimen kebencian masih menebal di antara ras dan etnik.
Pada hakikatnya, diskriminasi dan prasangka atas dasar warna kulit nyata masih berterusan di Amerika Syarikat. Sungguhpun wujudnya idea mengenai individualisme (individualisme) dan kebebasan hak, masyarakat Amerika rata-rata masih menilai kemampuan seseorang mengikut kaum, etnik dan kelas sosial. Kaum kulit putih diletakkan pada status yang lebih tinggi berbanding kaum lain. Hak kaum bukan kulit putih dalam soal pembahagian kawasan perumahan, peluang pelajaran dan pekerjaan masih dipertikaikan. Permodenan dan pembangunan ekonomi secara dasarnya tidak memanafaatkan kaum kulit hitam. Ramai antara mereka masih tinggal di kawasan-kawasan mundur yang dikenali sebagai "ghettoes".
Konflik ras dan etnik di Amerika Syarikat juga dipengaruhi oleh fenomena "Hate crime" iaitu jenayah yang bermotifkan unsur perkauman terhadap seseorang atau harta bendanya (Macionis, 1998: 141). Ini dapat dilihat dalam kes pembunuhan James Byrd Jr. di Texas baru-baru ini. Dalam kes tersebut, James, seorang kaum kulit hitam telah diikat pada trak dan diheret sehingga mati oleh sekumpulan kaum kulit putih yang dipercayai anti kaum kulit hitam (New Strait Times, 11 Jun. 1998).
Di Amerika Syarikat, media penyebaran juga mempunyai kesan yang mendalam terhadap konflik ras dan etnik. Sering kali isu ketidakpuasan individu atau segelintir masyarakat diperbesar-besarkan serta dikaitkan dengan politik dan perkauman sehinggakan mewujudkan ketegangan antara kaum atau etnik.
Ini dapat dilihat dalam kes pembunuhan terhadap O. J. Simpson, di mana perbicaraan ini telah mendapat liputan meluas media penyebaran (Macionis, 1998:220). Keputusan mahkamah telah dicabar dan didakwa berat sebelah dalam menjatuhkan hukuman kepada kaum kulit hitam. Isu individu dalam soal ini telah dikaitkan dengan ketidakadilan terhadap kaum kulit hitam.
Konflik Etnik Dan Ras Di Asia Tenggara
Di Asia Tenggara, corak diskriminasi yang berlaku berbeza dari keadaan di Amerika Syarikat, Britain atau Afrika Selatan dalam dua aspek yang berlainan. Masalah ras di Amerika Syarikat, Britain dan Afrika Selatan kebanyakannya melibatkan hubungan kaum kulit putih dengan kaum kulit hitam yang lebih, berasaskan kepada perbezaan fizikal, sedangkan situasi di Asia Tenggara biasanya melibatkan isu perbezaan etnik dan kebudayaan.
Di Malaysia
Isu perkauman memang tidak dapat dielakkan apabila terdapat golongan atau kumpulan manusia yang mempunyai beberapa ciri kesamaan seperti biologi atau budaya cuba mempertahankan golongan masing-masing dan pada masa yang sama menindas kaum lain. Banyak organisasi politik dan sosial di negare kita dibentuk berasaskan kepada garis perkauman atau etnik.
Organisasi sedemikian hanya memperjuangkan kepentingan dan merebut hak-hak yang dirasakan perlu tanpa memikirkan kepentingan golongan lain, keharmoni dan kesejahteraan negara. Negara kita juga pernah mengalami peristiwa berdarah akibat dari rusuhan kaum dalam peristiwa 13 Mei 1969, sehinggakan keadaan darurat terpaksa diisytiharkan di seluruh negara kita. Konflik ras juga boleh mengakibatkan pengasingan kumpulan-kumpulan tertentu dari segi pelajaran, perumahan dan pekerjaan.
Organisasi-organisasi yang demikian akan bersaing untuk mendapatkan sokongan seluas mungkin dari kumpulan etnik masing-masing dengan menggunakan beberapa faktor penting seperti persamaan bahasa, agama, ras atau pengenalan etnik. Apabila kepercayaan dan tindakan demikian meluas dalam masyarakat, sudah tentu ia akan dapat mempengaruhi dan kadang-kadang menentukan perkembangan politik dalam sesebuah negara.
Kesan penjajahan merupakan faktor utama punca konflik etnik dan ras di Malaysia. Walaupun Malaysia telah mencapai kemerdekaannya selama 40 tahun, tetapi kesan penjajahan British masih segar di minda setiap rakyat. Dasar pemeritahan British bercorak pecah dan perintah telah mengasingkan tiga golongan utama bangsa di Malaysia iaitu golongan Melayu. Cina dan India.
Dasar kolonial mengenai imigrasi, pelajaran, pentadbiran, ekonomi, tanah, bahasa dan kebudayaan telah meninggalkan kesan yang berpanjangan sehingga sekarang. Dasar imigrasinya yang bebas telah mengubah sama sekali komposisi penduduk di negara ini. Dasar ekonominya pula telah menyebabkan timbul pengkhususan ekonomi mengikut etnik dan pengasingan tempat tinggal di kalangan mereka akibat dari kegiatan ekonomi yang berlainan.
Penjajah Inggeris tidak menjadikan pendidikan sebagai alat penting untuk menyatupadukan rakyat yang berbagai etnik itu. Malah apa yang dilakukan ialah mementingkan pendidikan bahasa Inggeris kepada segelintir rakyat khususnya golongan yang berada demi kepentingan pentadbirannya. Sedangkan pendidikan Melayu dilakukan secara melepaskan batuk di tangga sahaja. Pendidikan untuk orang-orang bukan Melayu tidak dipedulikan langsung.
Oleh sebab itu, orang-orang Cina dan India terpaksa mengendalikan sekolah mereka sendiri dan menanggung perbelanjaan sendiri. Perkembangan pendidikan yang tidak terkawal ketika itu akhirnya menimbulkan sikap dan orientasi politik yang berbeza. Di samping itu, melalui dasar dan pentadbirannya pula, Inggeris telah meninggalkan kesan psikologi yang meluas di kalangan rakyat dengan menanam prasangka dan stereotaip di kalangan mereka.
Penjajah Inggeris akhirnya berjaya mempengaruhi sikap orang yang dijajahnya itu supaya menghormati dan menyanjung tinggi mereka sebagai kumpulan yang lebih tinggi daripada kumpulan-kumpulan ras yang lain pada ketika itu. Sebaliknya pula, terdapat banyak prasangka dan stereotaip negatif yang memandang rendah dan hina di kalangan berbagai kumpulan ras. Hal ini bukan sahaja menghalang wujudnya kerjasama dan persefahaman di kalangan mereka tetapi juga boleh menimbulkan syak wasangka dan perasaan benci menbenci di kalangan mereka. Semua kesan ini sukar untuk dikikis habis-habisan biarpun kita telah lama bebas dari belenggu penjajahan British.
Di Indonesia
Masalah politik dan ekonomi sesebuah negara akan menjadi kayu pengukur kepada keamanannya. Jelas sekali sewaktu keadaan ekonomi di Indonesia mengalami masalah dengan kejatuhan nilai mata wang rupiah. Maka timbulkan masalah konflik etnik yang serious di Indonesia. Politik perkauman yang telah wujud di kalangan-kalangan etnik boleh menjadi punca kepada konflik etnik ini. Dasar kerajaan yang melihat masalah politik dan ekonomi di negara ini sebagai masalah ethik.
Ketidakseimbangan ekonomi di kalangan rakyatnya menjadi punca utama penyebab konflik ini. Ini dapat dilihat dengan timbulnya golongan perniagaan dan perusahaan yang tidak sama besar antara kaum, maka ketidak wujudnya perseimbangan ekonomi di kalangan rakyat boleh membawa kepada masalah etnik. Masalah kepincangan ekonomi di kalangan rakyat ini sebagai masalah keturunan atau masalah kumpulan etnik. Boleh dikatakan bahawa masalah ekonomi dan politik memberi kesan yang mendalam kepada keamanan sesebuah negara.
Dasar-dasar kerajaan yang mengutamakan kepentingan kumpulan etnik tertentu dan mengabaikan kepentingan kumpulan etnik lain bukan saja tidak akan berjaya menimbulkan keseimbangan ekonomi di antara kumpulan etnik itu, tetapi tidak akan berjaya mewujudkan persefahaman dan perpaduan yang tulen di kalangan rakyatnya. Sebaliknya dasar yang demikian akan melebarkan lagi jurang perbezaan ekonomi di antara kumpulan etnik itu dan seterusnya akan menimbulkan pula jurang ekonomi dalam tiap-tiap kumpulan etnik itu sendiri.
Dasar perjuangan parti-parti politik perkauman yang lebih mengutamakan perjuangan untuk kepentingan satu-satu kumpulan etnik tertentu daripada kepentingan negara dan rakyat secara umunnya. Keadaan ini telah menyebabkan perpaduan dan persefahaman di kalangan rakyat yang berbagai etnik gagal mencapai tujuannya.
Kecenderungan mahu mengasingkan dan memisahkan rakyat mengikut garis etnik itu sebenarnya lebih kuat daripada kecenderungan yang mahu menyatupadukan mereka. Keadaan ini menimbulkan perasaan tidak puas hati, curiga mencurigai dan permusuhan di kalangan kumpulan etnik berterusan dan mengugat keamanan.
Konflik di antara kumpulan etnik di Indonesia bukan berpunca dari faktor keturunan atau fizikal tetapi berpunca dari faktor politik, ekonomi dan kebudayaan. Ketiga-tiga faktor ini menarik kumpulan-kumpulan tersebut ke arah yang berlainan dan mendorong mereka membentuk kumpulan-kumpulan berdasarkan kepada garis etnik. Dengan demikian maka kerenggangan dan pengasingan yang sedia wujud di kalangan mereka itu akan bertambah kritikal lagi. Selanjutnya perbezaan-perbezaan ini boleh menimbulkan perbezaan dalam kepentingan, nilai dan penentangan dalam cita-cita.
Manifestasi perbezaan kelas dalam tiap-tiap kumpulan etnik itu juga boleh menyebabkan berlakunya konflik. Tiap-tiap kumpulan etnik itu mempunyai kedudukan yang berbeza-beza berdasarkan kepada kelas ekonomi dan status sosial mereka. Penggolongan diri mereka ke dalam kelas-kelas yang berbeza ini boleh menimbulkan masalah etnik.
Konflik Etnik Dan Ras Di Negara-negara Balkan
Senario di negara-negara Balkan adalah amat berbeza dan kompleks. Kemelut di negara-negara Balkan diselubungi oleh pelbagai faktor yang berkaitan dengan sejarah, struktur etnik dan prasangka. Salah satu punca berlakunya konflik di bekas negara Yugoslavia adalah kepelbagaian budaya (cultural diversity) yang ketara dan kewujudan usaha pemeliharaan status quo di kalangan etnik.
Bayangkanlah dalam sebuah negara yang kecil, terdapat tiga jenis agama, empat jenis bahasa ibunda dan saling terpengaruh dengan budaya dari tujuh buah negara sempadan yang lain, tetapi malangnya mempunyai lima jenis kerakyatan dalam pembahagian enam wilayah autonomi (Slovenia, Croatia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro, Macedonia dan Serbia) (Macionis, 1998:44)
Konflik etnik di Yugoslavia berlaku selepas kejatuhan regim komunis pada tahun 1980. Kesempatan ini telah memperlihatkan tiga kelompok etnik utama iaitu Serb, Croat dan Muslim terheret dalam kancah pertempuran pada awal 1990an. Kaum Serb merupakan kaum dominan dari segi politik dan ketenteraan. Mereka wujud sebagai kaum majoriti di Serbia dan Montenegro, tetapi juga wujud sebagai kaum minoriti di Croatia dan Bosnia. Konflik di negara Balkan bermula pada 25 Jun 1991, apabila wilayah Slovenia dan Croatia mengisytiharkan kemerdekaan.
Walaupun mendapat pengikhtirafan antarabangsa, tindakan Slovenia dan Croatia segera mendapat reaksi dari kaum Serb di Serbia dengan penghantaran tentera bagi menyekat kemerdekaan di kedua-dua wilayah tersebut. Kemerdekaan Slovenia berjalan lancar dan tidak mendapat tentangan hebat dari pihak Serb kerana tidak mempunyai kaum minoriti Serb. Croatia sebaliknya terpaksa mempertahankan wilayahnya dari tentangan kaum minoriti Serb di bumi mereka dan juga tentera persekutuan Serbia.
Pergerakan menuntut kemerdekaan di wilayah jiran turut memaksa Bosnia-Herzegovina menuntut kemerdekaan pada 7 April, 1992 selepas suatu pungutan suara. Tindakan parlimen Bosnia ternyata gagal mengambil kira tahap kepekaan di kalangan etniknya. Struktur etnik wilayah Bosnia yang terdiri daripada gabungan kaum Muslim, Serb dan Croat telah terdedah kepada bahaya pertumpahan darah yang bakal menanti (Fogelquist, 1995).
Selain dari tidak terkecuali dari tentangan pihak Serbia, kedudukan geografi turut menyebabkan Bosnia secara tidak tidak langsung terheret dalam pertem ejarah penubuhan republik Yugoslavia. Bermula dengan zaman penaklukan oleh Empayar Rom, zaman kebangkitan Islam oleh Empayar Ottoman, dan kedua-dua Perang Dunia, kebencian dan rasa tidak puas hati sememangnya tersemat di jiwa setiap etnik. Walau bagaimanapun, cengkaman politik oleh diktator Josip Broz Tito semasa pemerintahan komunis telah berjaya menangkis sebarang konflik etnik (Reidlmayer, 1993).
Konflik di Balkan juga berpunca dari pemimpin yang mementingkan kekuasaan. Selepas kejatuhan fahaman Sosialis, muncul pemimpin radikal Serbia, Slobodan Miloshevich yang melaung-laungkan agenda "nartional question". Agenda tersebut bercita-cita untuk menyatupadukan kaum Serb di Serbia dalam sebuah negara yang bebas dari kaum bukan Serb (Reidlmayer, 1993). Akibatnya, kaum minoriti Albania di wilayah Kosovo diusir dari bumi Serbia. Melalui kempen "pembersihan etnik" (ethnic cleansing), kaum Bosnia telah dibunuh, dirompak, diusir dari kampung halaman, wanita-wanita Bosnia dirogol, manakala lelaki pula ditahan serta diseksa di kem-kem tahanan.
Selain daripada itu, wujud juga ketidakadilan pembahagian sosio-ekonomi. Miloshevich berusaha untuk memperluaskan pengaruh kaum Serb dari segi pendidikan, ekonomi, ketenteraan dan politik di seluruh Yugoslavia. Akhir sekali, konflik Bosnia juga memperlihatkan kegagalan Pertubuhan Bangsa-bangsa Bersatu (PBB) dalam misi keamanan di Yugoslavia.
Sekatan senjatan dan ekonomi yang dipengaruhi oleh kuasa-kuasa Barat seperti Amerika Syarikat dan Kesatuan Eropah (EU), ternyata berbelah bagi dan memihak kepada Serbia serta mengeruhkan lagi konflik etnik di Yugoslavia (Fogelquist, 1995).
Konflik Etnik Dan Ras Di Lain-lain negara
Konflik Etnik Dan Ras Di Britain
Di Britain juga tidak lepas dari masalah diskriminasi walaupun kaum pendatang di Britain (yang terdiri dari penduduk yang berasal dari Hindi Barat, India, Pakistan dan lain-lain) tidak melebihi dari dua peratus dari jumlah penduduknya. Walaupun diskriminasi ras diharamkan di sisi undang-undang, bentuk-bentuk diskriminasi yang tidak rasmi masih berlaku, terutama sekali dalam segi pembahagian pekerjaan dan perumahan.
Konflik Etnik Dan Ras Di Afrika Selatan
Diskriminasi ras melalui Dasar Apartheid yang telah dimansuhkan pada tahun 1994 di Afrika Selatan, memperlihatkan bagaimana kaum kulit putih yang juga kaum pemerintah melakukan berbagai-bagai jenis penindasan dan eksploitasi ke atas kaum bukan kulit putih (Frederickson, 1981).
Berbeza dari keadaan di kalangan masyarakat lain seperti Amerika Syarikat dan Britain, di mana diskriminasi dan prasangka diharamkan oleh pemerintah. Di Afrika Selatan, diskriminasi adalah disokong oleh pihak pemerintah melalui undang-undangnya. Diskriminasi dan rasisme telah menjadi satu amalan hidup.
Dalam Dasar Apartheid, kaum bukan kulit putih dianggap sebagai inferior atau lebih rendah dan diberi layanan kelas kedua dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Semua bentuk diskriminasi adalah sah dari segi undang-undang dan undang-undang telah disalahgunakan oleh pihak pemerintah (kaum kulit putih) untuk memastikan kekuasaan mereka ke atas kaum majoriti iaitu kaum kulit hitam.
Konflik Etnik Dan Ras Di Rwanda
Konflik etnik dan ras di Rwanda pula melibatkan kaum minoriti Tutsi dengan kaum majoriti Hutu. Konflik di Rwanda adalah bersangkut-paut dengan faktor kolonialisme. Semasa zaman penjajahan Jerman dan Belgium, kaum minoriti Tutsi telah diberikan peluang pendidikan dan diserapkan dalam pentadbiran. Ketidakadilan pembahagian sosio ekonomi yang dipraktikkan oleh penjajah telah meninggalkan kesan yang mendalam dalam hubungan antara kelompok etnik. Kaum Hutu nyata ketinggalan jauh dari segi pembangunan dan sentiasa diketepikan oleh penjajah.
Pada tahun 1961, kaum minoriti Tutsi telah memenangi pilihanraya dan memegang tunggak kepimpinan negara Rwanda. Keadaan ini telah mendapat bantahan dari pihak kaum majoriti Hutu. Akbibatnya, konflik etnik tercetus dan hampir sejuta rakyat tempatan terkorban (Neil Weiner, 1994). Seluruh negara Rwanda berada dalam kancak peperangan dengan pembunuhan antara kaum Tutsi dengan Hutu.
Konflik Etnik Dan Ras Di Indo-China
Konflik di negara-negara Indo-China seperti Kampuchea dan Laos pula adalah disebabkan oleh perebutan kuasa. Dalam tempoh 1975 hingga 1979 sahaja, lebih daripada 2 juta rakyat Kemboja terkorban di bawah pemerintahan pemimpin Khmer Rouge, Pol Pot (Macionis, 1998: 223). Pertempuran ini juga merebak ke Laos dan pertempuran yang bermula sejak tahun 1975 oleh pihak kerajaan komunis, telah meragut nyawa seramai 300,000 orang (Pobzeb, 1997). Konflik di negara-negara Indo-China lebih merupakan jenayah kemanusiaan, di mana rakyat jelata yang tidak berdosa telah dijadikan mangsa dalam usaha penyebaran ideologi komunis.
Faktor-faktor Konflik Etnik Dan Ras
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan atau membawa kepada berlakunya konflik etnik dan ras, faktor-faktor konflik ini tidak sama dari satu negara dengan negara lain. Terdapat beberapa faktor yang utama yang mendorong kepada berlakunya masalah etnik dan ras ini :-
1. Perebutan kuasa di antara kelompok-kelompok atau kumpulan etnik. Dari aspek politik dan ekonomi, perubahan politik dan perkembangan ekonomi yang mencetuskan banyak peluang baru yang menguntungkan telah memperhebatkan lagi persaingan di antara kumpulan-kumpulan masyarakat. Setiap kelompok atau kumpulan akan berusaha untuk mendapatkan sokongan padu daripada kumpulan masing-masing untuk memastikan kejayaan dan keberkesanan persaingan itu. Keadaan ini boleh mewujudkan konflik kerana terdapat penonjolan berbagai-bagai isu perkauman yang diutarakan untuk memenangi persaingan. Apabila pilihanraya diadakan sudah tentu masyarakat majoriti akan mengalahkan masyarakat minoriti. Apabila ini berlaku sudah tentulah wujudnya penindasan. Ini boleh menyebabkan atau mendorong kepada berlakunya perasaan tidak puashati dan mungkin boleh menyebabkan ketegangan di kalangan masyarakat atau kelompok-kelompok.Apabila kestabilan ekonomi tergugat, maka masalah atau konflik akan bertambah hebat.
2. Diskriminasi dan prasangka atas dasar warna kulit nyata merupakan faktor yang utama pendorong berlakunya konflik etnik dan ras. Terdapat sesetengah masyarakat negara-negara tertentu masih menilai kemampuan seseorang mengikut kaum, etnik dan kelas sosial. Ada kaum-kaum tertentu diletakkan pada status yang lebih tinggi berbanding kaum lain. Hak kaum lain yang status lebih rendah dalam soal pembahagian kawasan perumahan, peluang pelajaran dan pekerjaan masih dipertikaikan. Permodenan dan pembangunan ekonomi secara dasarnya tidak memanafaatkan kaum yang berstatus rendah ini.
3. Layanan atau pandangan yang berbeza-beza diberikan oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok yang lain. Konflik akan hanya wujud apabila mereka memandang dan menganggap bahawa perbezaan ras, kebudayaan, agama, kelas sosial atau lain-lain lagi sebagai sesuatu yang boleh membezakan taraf, kedudukan dan sebagainya. Ini terletak pada pandangan mereka sendiri. Ia juga boleh disebut sebagai diskriminasi. Andainya wujud hak kesamarataan atau beranggapan bahawa semua ahli masyarakat adalah sama maka tidak akan wujud konflik . Ini dapat dilihat dari perspektif "transcendentalisme" di mana sifat murni diri perlu wujud agar terhindar konflik etnik dan ras.
4. Penubuhan organisasi demikian bukan sahaja menghadkan keanggotaannya kepada anggota dari kumpulan etnik tertentu tetapi juga bertujuan untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan kumpulan yang diwakilinya. Dengan wujudnya begitu banyak organisasi yang berasaskan etnik dan ras, jelas menunjukkan betapa besarnya pengaruh perasaan perkauman itu di kalangan masyarakat. Kegiatan dan perjuangan organisasi-organisasi demikian boleh mendorong kepada peningkatan darjah polarisasi etnik dan ras.
5. Salah satu punca berlakunya konflik adalah kepelbagaian budaya (cultural diversity) yang ketara dan kewujudan usaha pemeliharaan status quo di kalangan etnik, tetapi tidak diterapkan unsur-unsur integrasi nasional.
6. Golongan elit seringkali memperalatkan perasaan perkauman ini untuk mencapai tujuan politik mereka dengan menggunakan isu-isu sensitif perkauman. Perasaan perkauman itu dijadikan mekanisma bagi memperkuatkan persaingan atau perebutan kuasa di kalangan mereka. Golongan elit ini juga seringkali akan menggunakan media massa samada surat khabar ataupun media elektronik untuk menyebarkan tuntutan atau isu-isu yang mereka timbulkan itu.
Langkah-Langkah Mengatasi Konflik etnik dan Ras
Konflik etnik dan ras ini tidak akan menguntungkan sesebuah negara itu mahupun rakyatnya. Ramai rakyat yang tidak berdosa telah terkorban dan banyak harta yang musnah. Malah ia membawa kerugian dan pengalaman pahit kepada rakyat di negara yang berlakunya masalah konflik etnik dan ras.
Konflik etnik dan ras di sesebuah negara boleh di atasi dengan beberapa langkah dan strategi untuk mempastikan peristiwa yang sedemikian rupa tidak akan terjadi.
Di antara langkah-langkah penting yang perlu dilakukan dengan membasmi kemiskinan tanpa mengira perbezaan etnik dan ras. Sesebuah masyarakat perlu dibuat penyusunan semula untuk memperbaiki ketidakseimbangan ekonomi di antara kumpulan etnik dan menghapuskan pengenalan etnik dengan kegiatan ekonomi dan kawasan tempat tinggal. Dalam masyarakat tersebut kepentingan umum akan lebih diutamakan daripada kepentingan kaum atau kumpulan-kumpulan yang tertentu.
Kebebasan dan hak-hak asasi individu dalam sesebuah negara akan dijamin dalam perlembagaannya. Dengan ini satu masyarakat adil dapat dilahirkan, semua rakyatnya mempunyai peluang yang sama untuk menikmati kemakmuran negara mereka, kekayaan negara pula akan diagihkan secara saksama dan tidak akan dibenarkan berlaku pemerasan manusia oleh manusia. Organisasi politik yang berasaskan kepada kepentingan etnik perlu dihapuskan dan mewujudkan percampuran di antara etnik-etnik untuk mewujudkan sebuah organisasi yang sependapat.
Sistem pendidikan juga boleh memainkan peranan yang berkesan untuk menjamin keamanan sesebuah negara yang mempunyai pelbagai golongan etnik dan ras. sistem pendidikan ini boleh menjadi agen sosialisasi bagi memupuk keperibadian dan kesedaran bersama di kalangan rakyat negara-negara yang terlibat.
Melalui pendidikan jugalah sesebuah negara itu dapat melahirkan perpaduan dan persefahaman antara golongan etnik dan ras. Sikap dan pemikiran perkauman di kalangan pelajar-pelajarnya dapat dikikis dan dihapuskan dengan pendidikan yang berkesan .
Sebilangan besar parti-parti politik yang berasaskan kepada perjuangan kepentingan kumpulan etnik masing-masing perlu dibawa bersama ke dalam satu ikatan politik yang lebih besar. Pembentukan politik campuran ini menyenangkan sesebuah kerajaan dalam proses pembentukan bangsa yang bersatu. Setiap permasalah yang timbul dalam kumpulan-kumpulan etnik boleh dibawa berbincang. Politik campuran ini boleh mencari jalan penyelesaian dalam keadaan berlakunya konflik.
Walaupun semua rakyat inginkan perpaduan tetapi masing-masing mempunyai tanggapan dan cara yang berlainan. Oleh itu, perbezaan pendapat tentang cara dan pendekatan untuk mencapai perpaduan itu sentiasa wujud. Perbezaan pandangan ini timbul kerana dipengaruhi oleh keadaan realiti politik dan masyarakat itu sendiri.
Kesimpulan
Dalam perbincangan ini kami cuba mengemukakan faktor-faktor yang boleh menyebabkan berlakunya konflik etnik dan ras di negara-negara Balkan, USA dan Asia Tenggara. Kesimpulan yang dapat kami perkatakan dalam berlakunya konflik etnik dan ras ini terdapat persamaan satu negara dengan negara lain. Cuma ada negara-negara tertentu mempunyai sejarah tersendiri yang boleh menyebabkan konflik ini berlaku.
Konflik etnik dan ras adalah masalah yang kompleks. Masalah ini muncul dari keadaan sejarah masyarakat dan berkait rapat dengan aspek politik, ekonomi dan sosial masyarakat. Dari segi politik, masalah ras tidak dapat dipisahkan dari keadaan majoriti dan minoriti. Bagi ekonomi pula, apabila keadaan ekonomi tidak seimbang akan memperhebatkan masalah ras atau perkauman. Perbezaan kebudayaan, bahasa, agama dan nilai juga boleh merumitkan lagi masalah ras.
Walaupun semua manusia inginkan perpaduan tetapi masing-masing mempunyai tanggapan dan cara yang berlainan. Oleh itu, perbezaan pendapat tentang cara dan pendekatan untuk mencapai perpaduan itu sentiasa wujud. Perbezaan pandangan ini timbul kerana dipengaruhi oleh keadaan realiti politik dan masyarakat itu sendiri. Sejarah telah banyak membuktikan kepada kita bahawa konflik etnik dan ras cuma akan membawa lebih banyak kesan-kesan negatifnya sahaja. Terpulanglah kepada rakyat di sesebuah negara untuk membuat pilihan yang bijak agar peristiwa yang tidak diingini tidak berlaku.
Oleh kerana itu faktor-faktor yang bertanggungjawab bagi menyuburkan perasaan perkauman itu mestilah dibendung dan dikawal demi menjamin keamanan sesebuah negara itu .
RUJUKAN
Dollard, T., Frustration and Aggression, dalam Macionis, J.J., 1989. Society: The Basics, Prentice-Hall: New Jersey.
Fredrickson, G. M., White Supremacy: A Comparative Study in American and South African History, dalam Macionis, J.J., 1989. Society: The Basics, Prentice-Hall: New Jersey.
Fogerquist, A. F., 1995. How the War Started, UCLA.
Katz, Phyllis A., 1976. Towards The Elimination Of Racism, New York: Pergamon Press.
Macionis, J.J., 1989. Society: The Basics, Prentice-Hall: New Jersey.
Oliver C., 1976. Race Relations : Elements And Social Dynamics, Wayne State University Press: Detroit.
Riedlmayer, A., 1993. A Brief History of Bosnia-Herzegonia, Harvard University.
Sanusi Osman, 1989. Ikatan Etnik Dan Kelas Di Malaysia, Universiti Kebangsaan Malaysia: Bangi.
Ting Chew Peh, 1983. Konsep Asas Sosiologi, DBP: Kuala Lumpur.
Van den Berghe, 1967. Race and Racism, dalam Ting, C.P., 1983. Konsep Asas Sosiologi, DBP: Kuala Lumpur.
BALKAN
Konflik Etnik Dan Ras Di Negara-negara Balkan
Senario di negara-negara Balkan adalah amat berbeza dan kompleks. Kemelut di negara-negara Balkan diselubungi oleh pelbagai faktor yang berkaitan dengan sejarah, struktur etnik dan prasangka. Salah satu punca berlakunya konflik di bekas negara Yugoslavia adalah kepelbagaian budaya (cultural diversity) yang ketara dan kewujudan usaha pemeliharaan status quo di kalangan etnik.
Bayangkanlah dalam sebuah negara yang kecil, terdapat tiga jenis agama, empat jenis bahasa ibunda dan saling terpengaruh dengan budaya dari tujuh buah negara sempadan yang lain, tetapi malangnya mempunyai lima jenis kerakyatan dalam pembahagian enam wilayah autonomi (Slovenia, Croatia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro, Macedonia dan Serbia) (Macionis, 1998:44)
Konflik etnik di Yugoslavia berlaku selepas kejatuhan regim komunis pada tahun 1980. Kesempatan ini telah memperlihatkan tiga kelompok etnik utama iaitu Serb, Croat dan Muslim terheret dalam kancah pertempuran pada awal 1990an. Kaum Serb merupakan kaum dominan dari segi politik dan ketenteraan. Mereka wujud sebagai kaum majoriti di Serbia dan Montenegro, tetapi juga wujud sebagai kaum minoriti di Croatia dan Bosnia. Konflik di negara Balkan bermula pada 25 Jun 1991, apabila wilayah Slovenia dan Croatia mengisytiharkan kemerdekaan.
Walaupun mendapat pengikhtirafan antarabangsa, tindakan Slovenia dan Croatia segera mendapat reaksi dari kaum Serb di Serbia dengan penghantaran tentera bagi menyekat kemerdekaan di kedua-dua wilayah tersebut. Kemerdekaan Slovenia berjalan lancar dan tidak mendapat tentangan hebat dari pihak Serb kerana tidak mempunyai kaum minoriti Serb. Croatia sebaliknya terpaksa mempertahankan wilayahnya dari tentangan kaum minoriti Serb di bumi mereka dan juga tentera persekutuan Serbia.
Pergerakan menuntut kemerdekaan di wilayah jiran turut memaksa Bosnia-Herzegovina menuntut kemerdekaan pada 7 April, 1992 selepas suatu pungutan suara. Tindakan parlimen Bosnia ternyata gagal mengambil kira tahap kepekaan di kalangan etniknya. Struktur etnik wilayah Bosnia yang terdiri daripada gabungan kaum Muslim, Serb dan Croat telah terdedah kepada bahaya pertumpahan darah yang bakal menanti (Fogelquist, 1995).
Selain dari tidak terkecuali dari tentangan pihak Serbia, kedudukan geografi turut menyebabkan Bosnia secara tidak tidak langsung terheret dalam pertem ejarah penubuhan republik Yugoslavia. Bermula dengan zaman penaklukan oleh Empayar Rom, zaman kebangkitan Islam oleh Empayar Ottoman, dan kedua-dua Perang Dunia, kebencian dan rasa tidak puas hati sememangnya tersemat di jiwa setiap etnik. Walau bagaimanapun, cengkaman politik oleh diktator Josip Broz Tito semasa pemerintahan komunis telah berjaya menangkis sebarang konflik etnik (Reidlmayer, 1993).
Konflik di Balkan juga berpunca dari pemimpin yang mementingkan kekuasaan. Selepas kejatuhan fahaman Sosialis, muncul pemimpin radikal Serbia, Slobodan Miloshevich yang melaung-laungkan agenda "nartional question". Agenda tersebut bercita-cita untuk menyatupadukan kaum Serb di Serbia dalam sebuah negara yang bebas dari kaum bukan Serb (Reidlmayer, 1993). Akibatnya, kaum minoriti Albania di wilayah Kosovo diusir dari bumi Serbia. Melalui kempen "pembersihan etnik" (ethnic cleansing), kaum Bosnia telah dibunuh, dirompak, diusir dari kampung halaman, wanita-wanita Bosnia dirogol, manakala lelaki pula ditahan serta diseksa di kem-kem tahanan.
Selain daripada itu, wujud juga ketidakadilan pembahagian sosio-ekonomi. Miloshevich berusaha untuk memperluaskan pengaruh kaum Serb dari segi pendidikan, ekonomi, ketenteraan dan politik di seluruh Yugoslavia. Akhir sekali, konflik Bosnia juga memperlihatkan kegagalan Pertubuhan Bangsa-bangsa Bersatu (PBB) dalam misi keamanan di Yugoslavia.
Sekatan senjatan dan ekonomi yang dipengaruhi oleh kuasa-kuasa Barat seperti Amerika Syarikat dan Kesatuan Eropah (EU), ternyata berbelah bagi dan memihak kepada Serbia serta mengeruhkan lagi konflik etnik di Yugoslavia (Fogelquist, 1995).
Senario di negara-negara Balkan adalah amat berbeza dan kompleks. Kemelut di negara-negara Balkan diselubungi oleh pelbagai faktor yang berkaitan dengan sejarah, struktur etnik dan prasangka. Salah satu punca berlakunya konflik di bekas negara Yugoslavia adalah kepelbagaian budaya (cultural diversity) yang ketara dan kewujudan usaha pemeliharaan status quo di kalangan etnik.
Bayangkanlah dalam sebuah negara yang kecil, terdapat tiga jenis agama, empat jenis bahasa ibunda dan saling terpengaruh dengan budaya dari tujuh buah negara sempadan yang lain, tetapi malangnya mempunyai lima jenis kerakyatan dalam pembahagian enam wilayah autonomi (Slovenia, Croatia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro, Macedonia dan Serbia) (Macionis, 1998:44)
Konflik etnik di Yugoslavia berlaku selepas kejatuhan regim komunis pada tahun 1980. Kesempatan ini telah memperlihatkan tiga kelompok etnik utama iaitu Serb, Croat dan Muslim terheret dalam kancah pertempuran pada awal 1990an. Kaum Serb merupakan kaum dominan dari segi politik dan ketenteraan. Mereka wujud sebagai kaum majoriti di Serbia dan Montenegro, tetapi juga wujud sebagai kaum minoriti di Croatia dan Bosnia. Konflik di negara Balkan bermula pada 25 Jun 1991, apabila wilayah Slovenia dan Croatia mengisytiharkan kemerdekaan.
Walaupun mendapat pengikhtirafan antarabangsa, tindakan Slovenia dan Croatia segera mendapat reaksi dari kaum Serb di Serbia dengan penghantaran tentera bagi menyekat kemerdekaan di kedua-dua wilayah tersebut. Kemerdekaan Slovenia berjalan lancar dan tidak mendapat tentangan hebat dari pihak Serb kerana tidak mempunyai kaum minoriti Serb. Croatia sebaliknya terpaksa mempertahankan wilayahnya dari tentangan kaum minoriti Serb di bumi mereka dan juga tentera persekutuan Serbia.
Pergerakan menuntut kemerdekaan di wilayah jiran turut memaksa Bosnia-Herzegovina menuntut kemerdekaan pada 7 April, 1992 selepas suatu pungutan suara. Tindakan parlimen Bosnia ternyata gagal mengambil kira tahap kepekaan di kalangan etniknya. Struktur etnik wilayah Bosnia yang terdiri daripada gabungan kaum Muslim, Serb dan Croat telah terdedah kepada bahaya pertumpahan darah yang bakal menanti (Fogelquist, 1995).
Selain dari tidak terkecuali dari tentangan pihak Serbia, kedudukan geografi turut menyebabkan Bosnia secara tidak tidak langsung terheret dalam pertem ejarah penubuhan republik Yugoslavia. Bermula dengan zaman penaklukan oleh Empayar Rom, zaman kebangkitan Islam oleh Empayar Ottoman, dan kedua-dua Perang Dunia, kebencian dan rasa tidak puas hati sememangnya tersemat di jiwa setiap etnik. Walau bagaimanapun, cengkaman politik oleh diktator Josip Broz Tito semasa pemerintahan komunis telah berjaya menangkis sebarang konflik etnik (Reidlmayer, 1993).
Konflik di Balkan juga berpunca dari pemimpin yang mementingkan kekuasaan. Selepas kejatuhan fahaman Sosialis, muncul pemimpin radikal Serbia, Slobodan Miloshevich yang melaung-laungkan agenda "nartional question". Agenda tersebut bercita-cita untuk menyatupadukan kaum Serb di Serbia dalam sebuah negara yang bebas dari kaum bukan Serb (Reidlmayer, 1993). Akibatnya, kaum minoriti Albania di wilayah Kosovo diusir dari bumi Serbia. Melalui kempen "pembersihan etnik" (ethnic cleansing), kaum Bosnia telah dibunuh, dirompak, diusir dari kampung halaman, wanita-wanita Bosnia dirogol, manakala lelaki pula ditahan serta diseksa di kem-kem tahanan.
Selain daripada itu, wujud juga ketidakadilan pembahagian sosio-ekonomi. Miloshevich berusaha untuk memperluaskan pengaruh kaum Serb dari segi pendidikan, ekonomi, ketenteraan dan politik di seluruh Yugoslavia. Akhir sekali, konflik Bosnia juga memperlihatkan kegagalan Pertubuhan Bangsa-bangsa Bersatu (PBB) dalam misi keamanan di Yugoslavia.
Sekatan senjatan dan ekonomi yang dipengaruhi oleh kuasa-kuasa Barat seperti Amerika Syarikat dan Kesatuan Eropah (EU), ternyata berbelah bagi dan memihak kepada Serbia serta mengeruhkan lagi konflik etnik di Yugoslavia (Fogelquist, 1995).
Sunday, November 14, 2010
adl
Korea Selatan mula mengambil langkah tindak balas semalam dengan menghentikan perdagangan, menyambung semula propaganda perang dan mengharamkan kapal kargo Korea Utara. Ia dilihat sebagai tindakan paling keras yang dilaksanakan selain ketenteraan.
AS menegaskan bukti Korea Utara bersalah adalah sangat jelas dan menyokong langkah yang diambil Korea Selatan, namun China selaku sekutu penting Pyongyang masih meragui bukti dan tidak banyak melakukan apa-apa selain meminta semua pihak bertenang
http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2010&dt=0527&pub=Utusan_Malaysia&sec=Luar_Negara&pg=lu_01.htm-
Amerika dan Korea Selatan setuju kembali membicarakan isu perdagangan bebas yang macet dan menunda rencana Seoul mengambil kendali operasi penuh atas militernya pada masa perang.
Setelah pertemuan pada hari Sabtu dengan Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak di KTT G-20 di Toronto, Presiden Amerika Barack Obama mengatakan ia ingin menyelesaikan isu-isu yang masih tersisa mengenai kesepakatan perdagangan bebas sebelum KTT G-20 berikutnya pada bulan November.
Obama mengatakan akan menyerahkan rancangan itu ke Kongres beberapa bulan sesudahnya.
Kedua pemimpin juga setuju menunda sampai tahun 2015 perpindahan kendali dari Washington atas pasukan Korea Selatan pada masa perang, guna memperkuat rencana perpindahan tersebut.
Lee dan Obama juga mengatakan mereka akan melakukan apapun untuk menekan tindakan agresi Korea Utara, menyusul tenggelamnya sebuah kapal perang Korea Selatan yang menurut Amerika dan Korea Selatan, dilakukan oleh Korea Utara.
-http://www.voanews.com/indonesian/news/Amerika-dan-Korea-Selatan-Perkuat-Hubungan-97256294.html
AS menegaskan bukti Korea Utara bersalah adalah sangat jelas dan menyokong langkah yang diambil Korea Selatan, namun China selaku sekutu penting Pyongyang masih meragui bukti dan tidak banyak melakukan apa-apa selain meminta semua pihak bertenang
http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2010&dt=0527&pub=Utusan_Malaysia&sec=Luar_Negara&pg=lu_01.htm-
Amerika dan Korea Selatan setuju kembali membicarakan isu perdagangan bebas yang macet dan menunda rencana Seoul mengambil kendali operasi penuh atas militernya pada masa perang.
Setelah pertemuan pada hari Sabtu dengan Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak di KTT G-20 di Toronto, Presiden Amerika Barack Obama mengatakan ia ingin menyelesaikan isu-isu yang masih tersisa mengenai kesepakatan perdagangan bebas sebelum KTT G-20 berikutnya pada bulan November.
Obama mengatakan akan menyerahkan rancangan itu ke Kongres beberapa bulan sesudahnya.
Kedua pemimpin juga setuju menunda sampai tahun 2015 perpindahan kendali dari Washington atas pasukan Korea Selatan pada masa perang, guna memperkuat rencana perpindahan tersebut.
Lee dan Obama juga mengatakan mereka akan melakukan apapun untuk menekan tindakan agresi Korea Utara, menyusul tenggelamnya sebuah kapal perang Korea Selatan yang menurut Amerika dan Korea Selatan, dilakukan oleh Korea Utara.
-http://www.voanews.com/indonesian/news/Amerika-dan-Korea-Selatan-Perkuat-Hubungan-97256294.html
Subscribe to:
Posts (Atom)